Muhammad Saleh So’eaidy dilahirkan di Pamekasan pada 12 Februari 1954. Beliau bekerja di Universitas Brawijaya sejak tahun 1981 atau tepat satu tahun setelah mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Negara dari Universitas Brawijaya. Saat itu, beliau merampungkan sebuah skripsi yang berjudul “Peranan Informal Leader dalam Pembangunan, Studi Kasus di wilayah Kabupaten Malang”. Setelah menjadi pengajar, beliau langsung melanjutkan kuliah di jenjang magister di Universitas Indonesia dan lulus pada 1986. Tesis yang beliau tulis berjudul “Peranan Elit dalam Pembangunan, Studi Kasus di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur).
Pada tahun 2009, Saleh resmi menyandang gelar Doktor di bidang Ilmu Sosial dari Universitas Airlangga. Beliau menyuguhkan judul “Relasi Kepentingan di antara Aktor Negara Pasar dan Masyarakat dalam Proses Perumusan Kebijakan, Studi Kasus di Kota Malang” dalam penulisan disertasinya. Sambil mengajar, beliau juga aktif terlibat dalam banyak kegiatan penelitian, di antaranya sebagai ketua dalam judul penelitian “Etika Birokrasi dan Pelayanan Publik” pada 2003, turut meneliti pemekaran kecamatan di Kabupaten Bojonegoro pada 2011, meneliti implementasi kebijakan pengangkatan Sekdes sebagai PNS terhadap peningkatan kinerja pemerintah desa di Jawa Timur pada 2012, dan meneliti kemanfaatan pelayanan administrasi desa berbasis aplikasi pada 2013.
Selain itu, sebagai Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Konfllik (RCCP) FIA UB, Saleh sering terlibat sebagai narasumber dalam berbagai rangkaian diklat yang ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Di antaranya, Saleh pernah menjadi pemateri dalam diklat tentang perencanaan pembangunan daerah yang diadakan oleh Pemkot Malang pada 2009. Saleh juga pernah memberikan materi tentang penguatan kapasitas anggota dewan dalam pelaksanaan tupoksi alat kelengkapan DPRD di Kabupaten Kediri, juga pada 2009.
Sebagai dosen tetap di FIA UB, Saleh aktif mengajar di seluruh jenjang, mulai S1, S2, hingga S3. Di jenjang S1, Saleh biasa mengampu mata kuliah Teori-teori Ekonomi Sosial, Ekonomi Politik Pembangunan, dan Pemerintah Bisnis dan Komunitas. Sementara di jenjang S2, Saleh mengampu mata kuliah Teori Administrasi Publik, Ekonomi Politik Pembangunan, dan Kebijakan dan Kemiskinan. Lalu di jenjang S3, Saleh menjadi jujugan mahasiswa untuk matakuliah Ekonomi Politik Pembangunan dan Ekonomi Politik Kebijakan Publik.
Banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergian Saleh. Salah satunya Andhyka Muttaqin, S.AP., MPA. Dosen mudah FIA UB ini pernah menjadi mahasiswa di kelas Saleh ketika masih menempuh studi S1 beberapa tahun silam. Menurut Andhyka, Saleh adalah seorang dosen yang berdedikasi dalam pekerjaannya, sederhana, dan berpenampilan rapi sepanjang waktu. Andhyka juga selalu mengingat Saleh sebagai sosok yang tegas. Ia bercerita bahwa dirinya pernah menjadi ‘korban’ ketegasan beliau tentang etika di dalam kelas. “Pak Saleh itu selalu meminta mahasiswanya untuk minta ijin terlebih dahulu setiap akan masuk ke ruang kelas. Selain itu, mahasiswa yang terlambat biasanya dihukum tidak boleh masuk ruang kelas pada hari itu. Nah, suatu ketika, saya merasa saya datang terlambat. Saat hendak masuk kelas, saya melihat Pak Saleh sudah berada di dalam ruangan. Saya pun masuk ke kelas dan mengucapkan ijin untuk masuk kelas. Suasana agak gaduh saat itu dan saya samar-samar mendengar Pak Saleh mengatakan sesuatu kepada saya. Karena saya sudah hafal kebiasaannya yang tidak membolehkan mahasiswa terlambat masuk kelas, saya pun langsung saja keluar kelas dan menuju mushola untuk menghabiskan waktu di sana. Tak lama kemudian, ada seorang teman sekelas saya yang mendatangi saya di mushola. Ia mengatakan kalau dirinya diminta oleh Pak Saleh untuk memanggil saya kembali masuk ke dalam kelas. Saya terheran-heran mengapa saya diminta untuk masuk kelas, padahal tadi Pak Saleh sudah meminta saya keluar dari kelas. Setelah saya telurusi, ternyata Pak Saleh bukan meminta saya keluar kelas, melainkan menyuruh saya untuk mengulangi lagi permintaan ijin masuk kelas yang saya ucapkan sebelumnya,” beber Andhyka yang ditemui di rumah duka.
Sementara itu, Drs. Topowijono, M.Si. punya kenangan lain tersendiri tentang sosok almarhum. Menurut dosen senior Program Studi Pariwisata yang satu angkatan kuliah S1 dengan almarhum ini, Saleh adalah orang yang serius dan lurus. Pernah ia mencoba bercanda dengan almarhum, tetapi candaan itu almarhum tanggapi dengan serius. “Saya pernah bilang ke Pak Saleh, ‘Pak, tomat itu ternyata ndak baik untuk mata’. Seketika itu almarhum langsung kaget dan tersentak, ‘Hah? Kok bisa?’ Segera dijawab oleh Topowijono, ‘Ya memang ndak baik buat mata, tapi baiknya buat mulut’,” canda Topowijono yang langsung disambut dengan tawa dan tepukan bersahabat di pundaknya oleh almarhum.
Begitu penuh kisah yang tersimpan di benak setiap sivitas akademika FIA UB. Para dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa yang pernah dan sedang dibimbing oleh almarhum, semuanya menyimpan memori yang tak akan terlupakan selamanya. Kini kita hanya bisa mendoakan beliau agar Allah SWT senantiasa memberi ganjaran kepada beliau atas segala ilmu dan kebaikan yang telah beliau bagikan kepada kita semua dengan kebahagiaan abadi di alam akhirat.
Selamat jalan, Pak Saleh..
Mudah-mudahan kami bisa dan sanggup meneladani segala darmabaktimu.