Tan Malaka (Resume Bedah Koleksi)

Resume Bedah Koleksi

Tan Malaka merupakan seorang anak dari tokoh masyarakat yang lahir di Sumatera Barat. Tan Malaka lahir dilingkungan yang taat beragama. Menyelesaikan sekolah keguruan di Bukittinggi (1908-1913). Kemudian melanjutkan sekolah di Rijkskweekshool (Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah), Harlem, Belanda dengan biaya yang dikumpulkan oleh tokoh masyarakat. Di Belanda Tan Malaka mendapatkan beberapa inspirasi sehingga menciptakan sebuah pemikiran pendidikan yang berkeadilan dan berkerakyatan. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda Tan Malaka kembali ke Sumatera Barat. Tan Malaka kembali ke Indonesia memiliki konsep pendidikan kerakyatan dan humanis. Pendidikan harus bersifat merakyat dan tidak diskriminatif dalam hal pemenuhan akses keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Orientasi pendidikan juga mengarah pada proses mendidik manusia untuk memiliki jiwa-jiwa revolusioner dalam kerangka berpikir yang progresif, kritis, dan semangat kebersamaan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Konsep pemikiran tersebut lahir karena pada saat itu sistem pendidikan Indonesia terjadi diskriminasi antara kaum bangsawan dan kaum pribumi biasa. Saat itu hanya anak-anak orang bangsawan saja yang dapat memperoeh pendidikan yang layak. Sehingga tidak semua rakyat bisa bersekolah dan berakibat mudah dibodohi oleh Belanda untuk mengusai bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia terjajah di tanah sendiri.

Berdasarkan hasil diskusi pada bedah koleksi ini pendidikan di Indonesia pada saat ini masih terdapat diskriminasi terhadap siswa yang mampu membayar dan tidak. Bagi yang mampu membayar akan mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik sedangkan yang tidak mampu membayar hanya mendapatkan fasilitas pendidikan yang cenderung seadanya. Hal tersebut bertolak belakang dengan bertolak belakang dengan Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bahwasanya kemerdekaan Indonesia merupakan jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Dalam praktiknya pemerintah telah meminimalisir adanya diskriminasi pendidikan dengan adanya program wajib belajar Sembilan tahun. Selain itu, gerakan-gerakan pemuda dan mahasiswa yang dengan sukarela mengajar di daerah pelosok merupakan suatu bentuk nyata untuk memberikan fasilitas pendidikan yang baik dan tanpa diskriminasi.