Ditulis pada tanggal 21 October 2014, oleh , pada kategori Berita

13 14 15

Pada tanggal 9 Oktober 2014, bertempat di Ruang Labortorium Pengembangan Organisasi dan Manajemen Publik, Gedung B Lantai 6 Fakultas Ilmu Administrasi Brawijaya mengadakan Diskusi Rutin dengan tema pembahasanan Pemilu Sebagai Wujud Demokrasi di Indonesia. Bertindak sebagai pembicara dalam seminar adalah Ardhi, Ilmu Pemerintahan 2010. Dalam presentasinya, pembicara menguraikan tentang definisi dari pemilu itu sendiri dan menjabarkan fungsi-fungsi drari diadakannya pemilu serta beberapa faktor-faktor yang masuk kedalam materi diskusi.

Dengan berakhirnya Pesta Demokrasi yang diselenggarakan di Indonesia maka berakhir pula pemilu di Indonesia. Pemilu di Indonesia pada periode 2014-2019 ini dilaksanakan dua periode. Periode awal adalah pemilu dalam memilih calon legeslatif, sedangkan pemilu periode kedua adalah pemilu yang diselenggarakan untuk memilih calon dan wakil presiden. Dengan berakhirnya pemilu tersebut maka telah diputuskan pula mengenai hasil pemilu untuk para kandidat yang terpilih dalam legislatif dan presiden serta wakil presiden. Dalam pelaksanaan pemilu presiden sebelumnya terpecah menjadi dua kubu berkaitan dengan kedua calon presiden dan wakil presiden. Kubu yang pertama adalah dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung atau mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) serta dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung atau mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo dan Hatta Rajaja (Prabowo-Hatta). Pemilu adalah suatu cara dalam negara yang meganut sistem demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat. Selai itu juga sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak asasi bagi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat karena jumlah rakyat yang sekian banyaknya  tidak memungkinkan untuk memerintah secara langsung. Oleh karena itu pemilu dipilih sebagai cara untuk memilih wakil rakyat untuk memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Dalam pelaksanaanya Pemilu memiliki enam (6) azaz didalamnya yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dalam diskusi yang telah dilaksanakan dikategorikan mengenai gambaran dan fungsi dari pemilu itu sendiri. Disebutkan bahwa pemilu adalah suatu kegiatan dalam memilih pemimpin pada suatu negara. Fungsi dari pemilu untuk menaungi aspirasi rakyat. Hal tersebut juga berhubungan dengan hak asasi manusia dimana dalam hal ini masyarakat memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Disebutkan juga bahwa pemilu adalah salah satu sarana untuk mencapai demokrasi. Demokrasi sedniri dijelaskan atau didefinisikan megenai suatu mekanisme “dari, oleh, dan untuk rakyat”. Dalam hal ini demokrasi digambarkan bahwa dalam penerapannya masyarakat memiliki hak bebas memilih dan terkait hak asasi manusia. Selain itu juga demokrasi digambarkan sebagai menkanisme yang mengharuskan adanya keterbukaan atau transparansi.

Pada dasarnya demokrasi disetiap negara berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kriteria yang berbeda pada tiap-tiap negara.

Diskusi ini dilakukan untuk membahas mengenai pelaksanaan pemilu dalam mewujudakan demokrasi di Indonesia, hal ini dibahas terkait dengan adanya sidang paripurna pada Kamis 26 September 2014 yang membahas mengenai pembuatan RUU Pilkada. Yang menjadi inti permasalahan dimana sempat emmenyebabkan kerusuhan adalah mengenai mekanisme pilkada yang dilaksanakan langsung atau tidak langsung. Opsi yang diberikan langsung dengan melaksanakan mekanisme pilkada seperti sebelum-sebelumnya yaitu rakyat memilih langsung. Opsi kedua yaitu pemilihan tidak langsung adalah dalam pemilihannya rakyat tidak akan memilih secara langsung seperti mekanisme yang sudah biasa terjadi melainkan pemilihan tersebut diwakilkan melalui DPR. Hal tersebut dirasa tepat karena dianggapa dapat mengehemat biaya dikarenakan pada tahun mendatang akan ada banyak perwakilan yang masa jabatannya usai. Dengan pemilihan melalui DPR maka biaya seperti pembuatan surat suara tidak akan diperlukan sehingga dapat menghemat. DPR menjelaskan bahwa langkah tersebut tepat karena bagimanapun juga dalam pemilihan tersebut meskipun DPR yang memilih DPR juga adalah wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat. Namun faktanya hal tersebut cukup menuai pro dan kontra.

Diskusi ini menjabarkan mengenai poin-poin mengenai kelebihan dari masing-masing mekanisme yang ditempuh yaitu secara langsung atau tidak langsug.

Langsung Tidak Langsung
Pemilihan langsung merupakan hak demokrasi rakyat yang Pilkada masuk didalamnya. Mendasar pada sila ke-4 yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan.”, maksudnya adalah bahwa dalam Pancasila telah disebutkan mengenai poin perwakilan sehingga sah apabila Pilkada dilakukan secara tidak langsung atau melalu perwakilan
Berdasar pada pelaksanaan sistem demokrasi dan pemilihan langsung yang telah dilaksanakan pada 10 tahun ini, apabila pelaksanaan tersebut sudah bagus maka dirasa tidak perlu untuk diubah. Dengan diadakannya pemilihan tidak langsung maka akan menekan political cost.
Dengan diadakannya pemilihan tidak langsung, maka rakyat tidak dapat berpartisipasi secara langsung. Pilkada melalui perwakilan DPR dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan proses dari pelaksanaan. Hal ini berakita dengan banyaknya kepala daerah yang akan habis masa jabatan.
Data dari KPK menyatakan bahwa -+ ada 3000 kasus di DPRD. Sehingga apabila pemilihan tersebut dilaksanakan secara tidak langsung atau dipilih oleh DPR sendiri maka dikhawatirkan dapat menyebabkan semakin besarya angka korupsi karena kemungkinan adanya KKN atau penjualan kursi jabatan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. Dengan pemilihan pemerintahan daerah (Pemda) oleh DPR, maka kemungkinan sinergi dari DPR dan Pemda sendiri akan semakin baik karena Pemda merupakan produk dari DPR.
Dengan diadakannya pemilihan tidak langsung maka pihak yang memperolah kursi jabatan akan merasa super power karena merasa tidak memerlukan masyarakat untuk daapat duduk di kursi jabatan, maka dari hal tersebut sangat memungkinka untuk adanya penyalahgunaan kekuasaan.
Permasalahan dana pada pemilihan langsung pada dasarnya dapat diatasi terbukti dengan adanya 8 daerah yang dapat mengefisienkan 68% dana.
Dengan diadakannya pemilihan oleh DPRD maka dikhawatirkan partai yang memiliki perwakilan terbanyak di DPRD secara tidak langsung akan memenangkan pilkada.

Dibahas bahwa inti permasalahan yang ada saat ini baik di dalam pemerintah itu sendiri atau dalam pemerintahannya berada pada wakil. Wakil adalah orang-orang yang dipilih masyarakat ketika pemilihan umum. Inti permasalahan tersebut meyebutkan beberapa aspek didalamnya. Kualitas menjadi salah satu aspek yang sangat berperngaruh pada permasalahan tersebut, ketika orang yang dipilih tidak memiliki kualitas yang baik maka dikhawatirkan kinerjanya juga tidak akan baik karena ketidaktahuannya mengenai politik. Hal tersbeut juga disebabkan apabila orang tersebut bahkan tidak pernah mendapatkn pendidikan politik. Sealin pada kualitas, umumnya para pihak yang terpilih ketika sudah menduduki kursi jabatannya mereka akan lupa akan fungsi dan tugas mereka untuk melayani masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena mindset yang mereka miliki, atau yang menjadi kepentingan mereka adalah untuk mengembalikan dana kampanye yang mereka keluarkan dalam usahanya untuk bisa menduduki kursi jabatan ketika dilaksanakan pemilihan langsung. Pada dasarnya terdapat cara untuk menghindari penyelewangan dana yaitu dengan transparansi dana mengenai pengeluaran biaya hal-hal yang diperlukan dalam kampanye misalnya kaos parpol. Kemudian menganut sistem pembukuan terbalik yang dinyatakan oleh Basuki Tjahya Purnama (Ahok) dengan pencatatan mengenai pendanaan kampanye dan pelaporan kekayaan sebelum kampanye.

Kesimpulan dari diskusi menyatakan bahwa dalam hal ini partai politik memiliki andil sebagai pembuat masalah. Aspek penyebabnya adalah dari Cost dan Ideologi. Dalam hal ini ideologi dari partai politik tidak mewakili. Selain itu secara umum Partai Politik memiliki seperangkat kepentingan dan dalam mencapai kepentingan tersebut tak jarang menghalalka segala cara. Hal tersebut yang menyebabkan Partai Politik memiliki prrsentase besar sebagai sumber permasalahan.