
Malang, Shiela Aflaha Zein — Pesatnya perkembangan zaman dan modernisasi yang tak terbendung, masih ada desa-desa di Jawa yang masih mempertahankan keaslian budaya dan tradisinya. Salah satunya adalah Desa Jenggolo, sebuah permata tersembunyi yang kaya akan nilai-nilai luhur budaya Jawa dan potensi wisata religi yang memikat. Pak Slamet, salah satu tokoh masyarakat yang aktif dalam Paguyuban Umpak Krapyak, menjadi saksi hidup bagaimana desa ini mempertahankan kearifan lokalnya.
Desa Jenggolo diperkirakan telah ada sejak zaman kerajaan di Jawa, di mana wilayah Malang merupakan bagian penting dari berbagai kerajaan, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit. Keberadaan desa ini berkaitan dengan perkembangan masyarakat agraris yang mengandalkan pertanian dan sumber daya alam.
Keunikan Desa Jenggolo terletak pada kelestarian berbagai bentuk kesenian tradisional Jawa. Kesenian jaran kepang, wayangan, bantengan, dan pencak silat yang masih terus dipelihara dan diturunkan kepada generasi muda. Yang tak kalah menarik adalah tradisi tembang macapat yang masih sering dinyanyikan, salah satunya saat acara bersih desa.
Desa Jenggolo memiliki potensi wisata dengan tiga destinasi utama yang mencerminkan kekayaan spiritual dan sejarah setempat. Sumber Songo menjadi destinasi wisata spiritual yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat, keberadaannya mencerminkan tradisi spiritual yang telah mengakar sejak zaman kerajaan. Sumber air ini dipercayai sebagai sumber kehidupan yang memiliki kekuatan spiritual tersendiri bagi para pengunjung yang datang untuk berziarah dan mencari ketenangan batin.
Tidak jauh dari Sumber Songo, terdapat Punden yang merupakan situs bersejarah dengan fungsi sebagai tempat pemujaan. Lokasi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Jenggolo menjalin hubungan spiritual dengan para leluhur mereka. Keberadaan Punden menggambarkan kontinuitas tradisi yang tetap dijaga dan dilestarikan oleh generasi ke generasi sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya nenek moyang.
Melengkapi potensi wisata religi tersebut, Situs Umpak Krapyak hadir sebagai peninggalan sejarah yang menggambarkan arsitektur dan kebudayaan masa lampau. Situs ini tidak hanya berfungsi sebagai objek wisata, tetapi juga menjadi lokasi penting untuk penelitian dan pembelajaran tentang sejarah desa. Masyarakat setempat meyakini bahwa Situs Umpak Krapyak memiliki fungsi sakral yang menambah nilai spiritual dari keseluruhan potensi wisata religi Desa Jenggolo, menjadikannya destinasi yang kaya akan makna sejarah dan spiritualitas.

“Ada keunikan dari wisata religi, banyak pengunjung dari luar kota terutama di bulan tertentu. Di Sumber Songo sendiri ramai pada malam hari,” jelas Pak Slamet mengenai daya tarik wisata religi di desanya.
Selain ketiga lokasi utama tersebut, Desa Jenggolo juga memiliki destinasi religi lainnya seperti Pesarean Makam Mbah Reso yang menjadi destinasi ziarah bagi para pengunjung yang mencari ketenangan spiritual. Tradisi ziarah ke Makam Mbah Reso menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual dan kepercayaan tradisional masih kuat tertanam dalam masyarakat.

Seperti banyak destinasi wisata lainnya, Desa Jenggolo mengalami dampak signifikan dari pandemi COVID-19. Intensitas pengunjung menurun drastis, sehingga memaksa pengelola wisata untuk merancang strategi pemulihan. “Cuaca alam dan pandemi COVID menjadi tantangan terbesar. Alhamdulillah kita bisa berjuang bersama dan berkembang,” kenang Pak Slamet tentang masa-masa sulit yang dilalui.
Sejak tahun 2022, seluruh paguyuban di Jenggolo mulai merintis kembali untuk melanjutkan pengembangan wisata. Upaya ini tidak hanya melibatkan masyarakat desa Jenggolo, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat luar desa dan pemerintah desa setempat.
Dalam menghadapi era digital, Desa Jenggolo tidak tertinggal. Mereka telah mulai memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan berbagai produk unggulan, termasuk tiwul – yakni makanan khas berbahan dasar singkong yang menjadi ciri khas Malang Selatan. “Sekarang sudah zaman media sosial. Yang tua bertugas dalam hal penataan, dan yang muda tugasnya mempromosikan di media sosial seperti Instagram dan Facebook,” jelas Pak Slamet tentang pembagian peran antar generasi.
Sebagai bagian dari strategi pengembangan wisata, Desa Jenggolo berencana mengadakan “Pasar Jadul” untuk mendukung UMKM lokal. Program ini dirancang untuk memanfaatkan aktivitas pagi hari dimana banyak orang bersepeda dan berolahraga di area wisata. Event-event seperti ini diharapkan dapat menarik wisatawan dari luar Desa Jenggolo sekaligus memberikan dampak pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Pak Slamet menyampaikan pesan penting kepada seluruh masyarakat Desa Jenggolo: “Mari kita lestarikan sosial budaya yang ada di Desa Jenggolo. Kalau bukan kita yang melestarikan, nanti siapa lagi untuk seterusnya?”. Komitmen pelestarian ini diwujudkan melalui pertemuan rutin mingguan di Situs Krapyak untuk membahas rencana kegiatan selanjutnya. Meskipun pembiayaan berada di bawah koordinasi desa, masyarakat juga menunjukkan kemandirian.
Program Kerja Podcast oleh Kelompok 03 KKN FIA UB yang diampu oleh Bapak Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos. M.AB ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 11 tentang “Kota dan Komunitas Berkelanjutan”. Upaya pelestarian budaya dan pengembangan wisata mempromosikan potensi yang dimiliki Desa Jenggolo melalui podcast yang akan kita unggah di Youtube, selain itu juga sebagai bentuk pengenalan profil desa melalui potensi wisata dan harapannya dapat berlanjut.