Salah satu cara terbaik untuk merencanakan masa depan bangsa yang lebih baik adalah dengan menengok kembali rentetan sejarah yang pernah terjadi di masa lampau. Dan bila berbicara tentang kemajuan Indonesia, maka terjadinya krisis ekonomi dan politik di tahun 1998 adalah titik refleksi yang tepat untuk merencanakan Indonesia yang lebih baik. Hal inilah yang mendasari disusunnya buku berjudul “Reinventing Indonesia” oleh salah seorang pelaku sejarah penting di masa itu, yakni Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita. Dan kemarin (20/10), Mantan Menteri Koordinator Perekonomian di era 1990an itu hadir di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) dalam acara Bedah Buku dan Diskusi Nasional “Reinventing Indonesia: Lessons Learnt from 1998 Crisis for Better Indonesia in the Future”.
Dalam sekapur sirihnya, Prof. Ginandjar menyampaikan bahwa krisis 1998 terjadi di tengah keadaan ekonomi Indonesia yang sedang kuat pada kisaran tahun 1996-1997. Pada saat itu, julukan “Macan Asia” masih melekat di Indonesia karena keperkasaan ekonominya. Namun, setahun kemudian, keadaan itu mendadak berubah dikarenakan banyak faktor. Akibatnya, pada saat itu, menurut Prof. Ginandjar, ekonomi Indonesia menjadi overheating dengan tingkat inflasi yang jatuh hingga ke angka -13% dan kurs Rupiah terhadap Dollar AS yang jatuh dari Rp 2.000,00 menjadi Rp 16.000,00 per dollar. Presiden Soeharto yang berkuasa di kala itu pun harus rela turun dari takhtanya untuk digantikan oleh Prof. Dr. B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
Di bawah kendali Presiden Habibie, Prof. Ginandjar sebagai Menko Perekonomian menerapkan beberapa langkah strategis untuk mengendalikan negara. Di antaranya dengan memulihkan stabilitas ekonomi, menurunkan inflasi, menurunkan suku bunga, dan menciptakan Jaring Pengamanan Sosial (JPS). “Istilah JPS ini adalah kami pada jaman itu yang memperkenalkannya pertama kali, lalu mulai muncullah istilah-istilah lain di pemerintahan berikutnya,” beber Prof. Ginandjar.
Selain itu, menurut pembahas buku Dr. Ir. Fadel Muhammad, Prof. Ginandjar juga berupaya memperkuat daya saing dalam negeri dengan menolak banyak proyek yang akan dilaksanakan oleh pihak asing. Ia menuturkan pada saat itu sering melihat dengan mata kepalanya sendiri Prof. Ginandjar menolak berbagai proyek yang akan dikerjakan asing karena menilai orang pribumi masih sanggup. “Dulu kami melihat sendiri beliau memerintahkan untuk mengirim pulang kiriman hidran buatan Cina karena menilai orang Indonesia sendiri masih bisa membuatnya,” ujar pria yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi XI DPR RI ini.
Selain kedua orang tersebut, pembahas buku lainnya adalah Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS (Dekan FIA UB), Prof. Dr. Munawar Ismail, DEA (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB), dan Dr. Rachmad Syafa’at, M.Si (Dekan Fakultas Hukum UB). Acara yang bertempat di Aula Gedung A Lantai 4 FIA UB tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dosen hingga mahasiswa jenjang S1 sampai S3. Nampak hadir pula perwakilan PMI di Malang Raya dan Komandan Lanud Abdulrahman Saleh Malang.
Tim Liputan:
Kontributor: Pitriyani
Artikel: Aulia Luqman Aziz