Review Pemfasilitasan Diskusi (2 Juni 2014)

Tema               : “Outsourcing, Perbudakan Modern?”

Penyaji                        : Ria Esana dan Gian Eka A

Pengantar      :

Undang-undang No. 13 tahun 2003 membawa banyak perubahan di dalam hubungan perburuhan. Salah satu perubahan yang cukup penting adalah diizinkannya praktek outsourcing, yaitu penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain atau menggunakan buruh yang disediakan pihak lain. Outsourcing dapat didefinisikan sebagai sebuah proses mengalihdayakan atau memindahkan atau memborongkan kegiatan usaha ke pihak ketiga, tujuan utama dan terutama melakukan outsourcing adalah untuk menghemat biaya produksi.
Menggunakan buruh dari perusahaan penyalur tenaga kerja, di mana urusan rekrutmen dan administrasi ketenagakerjaan serta pemenuhan hak-hak buruh dilimpahkan kepada perusahaan penyalur tersebut. Inilah yang disebut dengan sistem outsourcing tenaga kerja. Dalam sistem outsourcing, hubungan kerja resmi si buruh adalah dengan perusahaan penyalur tenaga kerja, tetapi si buruh bekerja untuk dan menerima perintah dari perusahaan pengguna tenaga kerja. Namun praktek outsourcing tenaga kerja lebih merugikan buruh dan menguntungkan perusahaan, hal itulah yang membuat tenaga kerja di Indonesia membenci outsourcing.Ada tiga alasan utama tenaga kerja membenci outsourcing yakni upah alias bayaran yang rendah, kurangnya kesejahteraan, dan status kerja yang tidak jelas. Tenaga mereka diperas semaksimal mungkin, tapi sebaliknya bayaran yang mereka terima justru minim diberikan perusahaan yang menggunakan jasa mereka. Tentu saja perusahaan sangat menikmati keberadaan outsourcing karena mereka tidak perlu susah payah merekrut dan melatih si tenaga kerja. Efisiensi dan produktifitas perusahaan pun meningkat lantaran praktik outsourcing. Sebaliknya bagi tenaga kerja, praktik outsourcing ibarat perbudakan di zaman modern. Tenaga kerja dibayar dengan upah yang lebih rendah dari tenaga kerja tetap, pun kesejahteraan tidak terjamin. Terakhir, status sebagai pegawai juga tidak jelas. Ingin tau lebih lengkapnya, ikuti Diskusi RSC hari ini Senin 2 Juni 2014 jam 18.00 WIB dgn tema “Outsourcing, Perbudakan Modern?” dgn penyaji Gian Eka ’13 dan Ria Esana ’13. Datang ya teman-teman.. . mkasih Hoho

 

Resume           :

Penggunaan karayawan atau pegawai outsourching dewasa ini semakin marak, dikarenakan iming – iming biaya yang lebih murah dan menjadikan perusahaan lebih efisien, namun apakah outsourching itu ber keprimanusiaan? Seperti yang kita ketahui, outsourching adalah sistem pegawai kontrak, yang dalam peraturan pemerintah kontrak maksimal 2 tahu, lalu setelah itu perusahaan wajib mengangkat pegawai tersebut menjadi pegawai tetap perusahaan, namun fakta dilapangan menyebutkan, rata – rata pegawai atau karyawan outsourching ada yang sampai belasan tahun tetap menjadi karyawan kontrak, sehingga kesejahteraan karyawan menurun, disini peran pemeritah selaku pembuat undang – undang tidak terlihat perannya untuk tegas mennindak oknum oknum perusahaan yang “nakal” sehingga merugikan rakyatnya sendiri. Disina terlihat seperti ada kongkalikong antara pemerintah dan oknum peusahaan, hingga saat ini pun belum ada peraturan yang jealas megenai outsourching dan tindakan yang jelas dari pemerintah bagi pelaku – pleaku outsourcihng. Sudah saatnya pemerintah memperhatikan rakyatnya dengan memepertegas regulasi dan pengawasan ke oknum –oknum perusahaan “nakal’ agar ada efek jera dan tidak merugikan rakyatnya.

Veröffentlicht in Resume Diskusi.