Sebagai modal untuk berkembang, sejatinya desa memiliki tiga kekuatan, yakni local voice, local choice, dan local wisdom. Pada kenyataannya, kekuatan local wisdom tidak banyak diperhatikan oleh pemerintah. Padahal, kekuatan inilah yang berperan penting dalam pengembangan desa di era kekinian. Hal itulah yang terungkap dalam Lokakarya Nasional 2015: Desain Desa Inovatif dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN, Rabu (7/10). Acara yang bertempat di Aula Gedung A Lantai 4 FIA UB tersebut diprakarsai oleh Laboratorium Politik dan Tata Pemerintahan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) bekerjasama dengan Ikatan Pemerhati Pemberdayaan Masyarakat Indonesia cabang Jawa Timur.
Menurut Dr. M.R. Khairul Muluk, M.Si, sebagai salah satu pemateri dalam kegiatan tersebut, desa adalah bentuk pemerintahan lokal yang sebenarnya. Pakar di bidang Partisipasi Publik itu menyarankan agar pemerintah pusat memberi peluang seluas-luasnya kepada masyarakat desa untuk terus belajar. “Local wisdom ini ibarat DNA yang khas bagi sebuah desa. Oleh karenanya desa harus memahami karakteristiknya itu dan membuat rencana pengembangan berdasarkan potensinya,” ujar Muluk yang juga menjabat sebagai Pembantu Dekan bidang Akademik FIA UB.
Sementara itu, Dr. Wilopo, M.AB, pemateri lain dalam acara yang dikemas seperti Indonesian Lawyer Club di salah satu stasiun televisi swasta mengusulkan kepada pemerintah untuk memulai proses inovasi dari bawah atau desa dan bukan sebaliknya. Menurut Wilopo, tiga faktor utama kemakmuran desa adalah inovasi, jiwa wirausaha, dan teknologi baru. Pentingnya inovasi untuk kemakmuran desa tercermin dari keberanian Amerika Serikat dan Tiongkok dalam menggelar ajang Young Entrepreneur in Village. “Inovasi tidak melulu berbicara tentang produk baru, tetapi juga bagaimana melakukan hal lama dengan cara-cara baru,” imbuh Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis FIA UB ini.
Kegiatan lokakarya ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan pemerintah provinsi, kota/kabupaten di Jawa Timur, praktisi perdesaan, serta akademisi di bidang administrasi publik. Acara ini merupakan serangkaian acara dengan gelaran Kompetisi Desa Inovatif yang dihelat sehari sebelumnya. Pada ajang itu, sebanyak sembilan desa dipertandingkan di babak final setelah melalui tahap seleksi dari 25 desa se-Jawa Timur yang mendaftar. Kesembilan desa itu diminta untuk mempresentasikan konsep inovasinya di depan dewan juri yang terdiri dari akademisi dan praktisi perdesaan. Tercatat beberapa kota di Jawa Timur mengirimkan satu desa perwakilan di babak final, di antaranya Trenggalek, Blitar, Ngawi, Mojokerto, dan Malang.
Tim Liputan:
Artikel: Aulia Luqman Aziz
Foto: Aulia Luqman Aziz