Reformasi Birokrasi sejatinya bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten dan transparan. Bersih dari KKN dan politik, serta menjunjung tinggi tanggung jawab yang diemban. Namun sayangnya dewasa ini, hal-hal tersebut semaikn berkurang seiringnya berjalannya demokrasi di pemerintahan. Perilaku-perilaku buruk, seperti korupsi, kong-kalikong menjadi sebuah budaya yang sudah tercermin di tatanan masyarakat. Pepatah pernah mengatakan “money is roots of all evils” (uang adalah akar sumber kejahatan), hal ini selaras apa yang disampaikan Dian Rahmawati selaku perwakilan dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Jakarta saat memberikan materi dalam acara Diskusi Panel di gedung C FIA, lt.3, Senin (21/10).
Acara yang juga menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional ini diselenggarakan oleh Humanistik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), dan diikuti dari berbagai tamu undangan termasuk beberapa PTN/PTS yang ada di Malang. Dengan mengangkat tema besar “Strategi Percepatan Reformasi Birokrasi”, diharapkan nantinya mahasiswa juga memiliki andil besar dalam sebuah konsep pemikiran yang kritis dan strategis dalam membangun birokrasi yang teladan. Mewujudkan birokrasi yang bersih, meningkatkan kapabilitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, peningkatan kulitas pelayanan publik melalui inovasi serta kepemimpinan yang baik dan bertanggung jawab adalah sebagian dari tujuan-tujuan utama yang dibahas dalam diskusi tersebut.
Dalam paparannya, Dian menjelaskan, untuk memerangi perilaku korupsi, bukan berarti tugas yang diembankan terpusat pada suatu organisasi semata (semisal KPK). Melainkan dibutuhkan peran aktif masyarakat serta kesadaran dalam memerangi korupsi itu sendiri. “Mahasiswa juga bisa berperan serta dalam memerangi korupsi, dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Misalnya, tidak mencontek, tidak titip absen, datang tidak terlambat atau perihal sepele lainnya. Karena orientasi perilaku korupsi itu sendiri sesungguhnya tidak terbatas pada uang (money oriented), namun lebih menitik beratkan bagaimana menempatkan sikap dan sifat individu di dalam lingkungan masyarakat,” ujarnya.
Namun pada akhirnya tindak perilaku korupsi akan melahirkan kejahatan yang terstruktur dan terorganisir. Ironisnya, kejahatan yang dilakukan bersama-sama ini selalu tidak terlepas dari sesuatu yang bersifat materiil. Hal ini-pun menjadi perhatian khusus para kalangan akademisi untuk berbuat lebih dalam memecahkan masalah di tingkat birokrasi, dimana strategi percepatan reformasi birokrasi ini merupakan langkah kongkrit untuk membentuk sebuah pemerintahan yang kredibel dan efisien.
Edy Rumpoko memberikan materi kepada peserta diskusiSedangkan Edy Rumpoko selaku Wali kota Batu memaparkan dalam materinya, bahwa birokrasi itu sendiri bisa berjalan dengan baik apabila diisi dengan orang-orang yang adil serta menjunjung tinggi tali-silaturahmi. Sebagai contoh, perkembangan Kota Batu selama 12 tahun kebelakang, merupakan hasil kinerja pemerintah dengan dukungan masyarakat yang solid. Sehingga saat ini kota Batu dapat berkembang di berbagai bidang, khususnya ekonomi, pertanian dan pariwisata. “Semua itu berkat hasil kerja keras seluruh jajaran instansi, dan kesemuanya itu didasari landasan komitmen, kejujuran serta pelayanan publik,” tambahnya.
Kuncinya adalah menghapus pola pikir bahwa seorang birokrat dan masyarakat memiliki batasan sosial dalam masyarakat bernegara. Karena pemimpin dalam birokrat itu harus memiliki empat fungsi kepemimpinan. Yaitu perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan. “Seorang birokrat merupakan pelayan publik, pelayan masyarakat. Dimana seyogyanya kami (sebagai seorang birokrat) sudah menjunjung tinggi silaturahmi dengan semua pihak. Bagaimana kita bisa mensejahterakana masyarakat, apabila kita sendiri tidak mau mengenal dan mengayomi mereka,” pungkasnya. [indra]