Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan saat ini para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 telah menyepakati arsitektur perpajakan Internasional. Salah satu kesepakatannya, Indonesia bisa menambah penerimaan dari pemajakan 100 perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Perusahaan multinasional ini berskala besar (minimum €20 miliar) dan memiliki tingkat keuntungan yang tinggi (minimum 10% sebelum pajak).
Kesepakatan yang ditempuh dalam pertemuan G20 tersebut mencakup 2 pilar untuk memberikan hak pemajakan lebih adil dan berkepastian hukum dalam mengatasi BEPS akibat adanya globalisasi dan digitalisasi ekonomi tersebut..
BEPS atau Base Erosion Profit Shifting adalah tantangan pemajakan yang dialami oleh negara di dunia akibat adanya praktik penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan multinasional. Hal itu dilakukan dengan merancang perencanaan pajak secara agresif sehingga menimbulkan hilangnya potensi pajak bagi banyak negara.
Melalui pilar 2 ini, negara G20 menyepakati untuk menghilangkan adanya persaingan tarif pajak yang tidak sehat atau yang dikenal dengan ‘Race to the Bottom’, sehingga diharapkan menghadirkan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan inklusif.
Di samping potensi manfaat, pemerintah Indonesia tidak lagi dapat menerapkan insentif pajak dengan tarif yang lebih rendah dari 15% untuk tujuan misalnya menarik investasi. Dengan ketentuan ini, keputusan investasi diharapkan tidak lagi berdasarkan tarif pajak tetapi berdasarkan faktor fundamental
Persetujuan atas kedua pilar di atas telah disampaikan oleh 132 dari 139 negara atau yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS. Detail teknisnya akan dilaporkan dan difinalisasi pada pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 pada Oktober 2021 mendatang. Kedua pilar tersebut rencananya akan ditandatangani di 2022 dan diberlakukan secara efektif 2023.
Sumber : Detik.com