Bahasa Inggris Bahasa Indonesia (0341) 553737 Selamat Datang di Website Official FMRC FIA UB

Resensi : Meretas Konsep Ekonomi Berbagi (Unveiling the concept of Sharing Economy)

Meretas Konsep Ekonomi Berbagi
(Unveiling the concept of Sharing Economy)
Harris Turino
2016, Kesumaputra Kreatif, Tangerang Selatan

Dr. Harris Turino Kurniawan lulus program doktor bidang Manajemen Strategik Universitas Indonesia. Mengajar pada Program Doktoral dan Pascasarjana Ilmu Manajemen dan Magister Manajemen Universitas Indonesia, Program Executive MBA di IPMI International Business School dan Program Pasca Sarjana Creative Industry and Urban Culture di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tulisan ekonomi berbagi ini merupakan hasil pandangannya sebagai akademisi dan entrepreneur.

Ekonomi Berbagi

Ekonomi berbagai (sharing economy) dikenal awal tahun 2000-an. Konsep yang lahir di Silicon Valley, Amerika Serikat ini dikenal juga dengan sebutan collaborative economy. Konsep ekonomi berbagi ini berorientasi pada profit, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kegiatan sosial.

Ekonomi berbagi sebagai model ekonomi dimana orang atau sekelompok orang menghasilkan uang dari sumberdaya miliknya yang diutilisasi, hingga memberi jasa bagi orang atau sekelompok orang lain melalui perantara online platform. Contohnya Uber, Go-jek, Grab, dan AirBnB.

Sumberdayanya tidak semua milik perusahaan, bisa menyewa dari masyarakat atau perusahaan lain. Biaya yang lebih murah, perubahan atas kebutuhan modal dan struktur biaya perusahaan menjadi sangat efisien. Adanya teknologi informasi juga sangat mendukung. Akhirnya pelanggan mendapatkan informasi dengan lebih cepat. Dalam bisnis, keraguan pelanggan terjadi karena kurangnya informasi. Dengan aplikasi tersebut, pelanggan merasa aman karena mengetahui pertimbangan berapa biaya yang harus dikeluarkan dan jarak yang akan ditempuh.

Ekonomi berbagi tidak harus menggunakan seluruh sumberdayanya. Contoh AirBnB menjadi pesaing hotel yang patut diperhitungkan, padahal mereka tidak memiliki aset berupa hotel maupun karyawan. Tetapi mereka menghubungkan masyarakat yang memiliki aset dengan pelanggan yang membutuhkan. Contoh lainnya ialah Alibaba sebagai perusahaan ritel tanpa tempat. Perusahaan yang terkenal dengan Jack Ma ini mampu menguasai China, hingga melakukan ekpansi ke seluruh dunia.

Go-jek, Grab, Uber yang diprotes oleh para transportasi publik karena dianggap merampas pelanggan mereka. Padahal Go-jek, Grab dan Uber sama sekali tidak mempunyai sumberdaya pengendara motor, tapi keunikan serta inovasi yang menjadikan mereka diminati. Tak kurang 1 juta pengendara motor dan 25 juta pelanggan aktif.

Sebenarnya contoh sederhana konsep ekonomi berbagi telah ada sejak lama yaitu bank. Dimana bank mendapatkan uang dari masyarakat, lalu uang tersebut digunakan kembali dengan cara dipinjamkan kepada masyarakat.

Menurut Prof. Rhenald Kasali ekonomi berbagi melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dalam memberikan layanan tertentu, yang pada akhirnya menciptakan nilai, kemandirian dan kesejahteraan. Semua partisipan melakukan tugas masing-masing dan setiap pemasukan akan dibagi hasilnya. Selain kesejahteraan, efisiensi juga tercipta dari ekonomi macam ini, karena produk dan juga layanan disediakan oleh pihak ketiga, sehingga bisa menawarkan harga lebih murah ke konsumen. Efisiensi yang mampu mengurangi harga ini tentu akan dilihat lebih menarik.

Jadi ekonomi berbagi lebih kepada meminjam atau menyewakan aset yang belum termanfaatkan secara optimal agar dapat menghasilkan keuntungan. Ekonomi berbagi berupaya dalam memanfaatkan sumberdaya yang tidak dimiliki, kemudian menciptakan akses dan mengefisiensikan biaya.

Dinosaurus yang Punah

Dalam buku ini diceritakan bagaimana Nokia, Sony dan Kodak lenyap akibat lalai mengantisipasi perubahan. Dinosaurus itu punah karena tidak mampu beradaptasi. Uber dan Grab mampu menggeser peran Blue Bird dan Express selaku titan dalam bisnis taxi. Bahkan keunggulan Blue Bird yaitu kenyamanan dan keamanan, dapat dirampas oleh mereka berkat inovasi. Perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan, maka ia akan segera disapu oleh pendatang baru yang mempunyai segudang inovasi dan keunikan.

Menurut Jagdish Sheth dalam bukunya yang berjudul Destructive Habits of Good Companies mengatakan bahwa keenganan untuk berubah dikenal dengan nama kelembamam organisasi (organization inertia). Perusahaan yang sudah besar dan mendominasi pasar biasanya kehilangan kelincahan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Perusahaan besar perlu untuk berinovasi, melakukan riset untuk memandang perubahan yang ada di depan. Dengan kekuatan dana dan sumberdaya, seharusnya perusahaan besar mampu untuk tetap mendominasi pasar. Tapi sayangnya berbekal nama dan reputasi, perusahaan merasa telah cukup dan puas dengan apa yang dimiliki. Padahal akan ada pendatang yang siap menyamaratakan kedudukan atau bahkan melebihi. Buku berjudul, “Meretas konsep ekonomi berbagi” ini menyajikan konsep secara detail. Kata “meretas” disini bukan dalam konotasi negatif, akan tetapi mengupas mengenai konsep ekonomi berbagi.

Oleh: Aldi Rahman Untoro
Courtesy to: Harris Turino
Deskripsi Bibliografis: https://bit.ly/2matay6

Search