Bahasa Inggris Bahasa Indonesia (0341) 553737 Selamat Datang di Website Official FMRC FIA UB

Mengenai Generasi Langgas

Tahun 2015 jumlah millennials di Indonesia adalah 84 juta orang menurut BAPPENAS. Sementara jumlah penduduk mencapai 255 juta. Berarti 33 % dari penduduk Indonesia adalah millennials. Jika usia produktif antara 16 – 64 tahun, maka sebanyak 50 % dari penduduk usia produktif tersebut adalah mellennials (16 – 36 tahun).

Millennials di Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok, yang pertama The Student Millennials (1993-2000) berusia 15 – 22 tahun. Smartphone sudah mulai marak sejak mereka berumur 14 tahun ke bawah, sehingga ketika dewasa, smartphone dan media sosial sudah digunakan sehari-hari. Kedua The Working Millennials (1987-1993) berumur 22 – 28 tahun. Mengalami boom social media saat mereka mulai masuk SMA. Yang terakhir The Family Millennials, mereka yang sudah mulai berkeluarga atau mulai memikirkan ke arah tersebut. Mereka berusia 28 – 35 tahun pada 2015. Mengalami masa transisi dari analog menjadi digital pada masa SMA.

Saat ini kita berada di era yang mengejar kecepatan, bukan perfection. Tidak perlu seperti generasi sebelumnya yang menunggu sempurna. Dulu MS Word perlu sekian tahun untuk merilis versi baru, sekarang setiap bulan versi terbaru muncul. Menjadi generasi yang cepat namun bukan instan.

Generasi langgas ingin efficient dan tidak membuang-buang waktu. Misalnya atasan menyuruh mengerjakan dulu. Tiga hari kemudian setelah selesai tugasnya, baru bilang seharusnya seperti ini dan seperti itu. Maksud atasan agar mereka belajar, tapi untuk generasi millennials beri saja mereka contohnya, nanti mereka akan membuat yang lebih baik dari contohnya.

Banyaknya informasi, membuat kita mempunyai terlalu banyak pilihan. Sehingga akan kesulitan dalam menentukan sesuatu. Generasi yang menyukai pengembangan diri. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering terjebak zona nyaman (comfort zone), millennials menolak hal itu. Bahkan begitu pekerjaan mulai monoton, mereka akan langsung mencari sesuatu yang baru. Menurut Alanda, hal itu bukan karena millennials tidak loyal, tapi mereka akan loyal pada hal-hal yang memang perlu disetiakan. Mereka akan loyal dengan tempat kerja saat menemukan sesuatu yang benar-benar mereka cari.

Generasi langgas adalah generasi yang kreatif, begitu banyak hal berbeda dan baru yang dibuat. Generasi langgas memiliki ciri collective dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka memiliki solidaritas tinggi dalam ikatan kelompok. Aspek kehidupan semakin kompleks, tapi hadirnya teknologi informasi membawa ketertarikan yang sama dari para millennials sehingga mereka berkelompok.

Generasi millennials menilai bahwa old values seperti hormat pada orangtua menjadi sesuatu yang sangat berharga. Maka generasi ini akan mempertimbangkan saran dari kedua orangtua, dan berlaku penuh hormat kepada kedua orangtua.

Para millennials kini lebih kritis dan berani menyampaikan pendapat. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung lebih hati-hati dalam menyampaikan pendapat. Dulu, untuk bertanya saat seminar pun terkadang takut salah pertanyaannya.

Anak muda suka mencari role model dan idola lewat tokoh-tokoh generation X di tingkat lokal maupun nasional. Berbeda dengan generasi sebelumnya, yang role modelnya lebih banyak berupa tokoh nasional atau pahlawan.

Kata langgas diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya bebas. Generasi yang begitu bebas karena memang besarnya peluang yang ada, dan berubahnya sifat orangtua yang lebih supportif dibanding orangtua generasi sebelumnya. Generasi yang bebas terhubung (dan tidak terhubung) dengan siapa pun yang mereka mau. Kepercayaan diri merupakan modal utama peran apa pun yang akhirnya dipilih oleh millennials. Kalau generasi langgas mampu memahami kekuatan dari karakter generasi mereka, niscaya Indonesia bisa mencapai era Indonesia Emas.

Selama kita bisa menunjukkan kesungguhan lewat karya dan mendapatkan apresiasi dari lingkungan sekitar, orangtua yang dulunya menentang atau belum sepenuhnya memberi dukungan, pasti akan luluh dan mengerti. Bagaimana kita bisa menyakini keluarga kalau diri kita sendiri saja belum berbuat sesuatu? Perbanyaklah karya untuk modal menyakinkan diri sendiri dan keluarga.

Good grades give you interview, but good expericences give you a job. Gelar dan alamamater bukan penentu apakah kalian mendapatkan pekerjaan impian. Namun yang terpenting ialah seberapa banyak pengalaman dan kompetensi yang telah kalian dapat semasa bersekolah atau kuliah. Perkayalah CV dengan collaborative project yang seru dan bukalah cara pandang kalian.

Intinya belajar bukan sekadar untuk mendapatkan pekerjaan. Belajar itu memperkaya kita untuk menguasai apa saja yang nantinya akan kita kerjakan. Ilmu itu bukan hafalan, ilmu itu akan selalu ada bersama kita. Belajar juga bukan artinya sekadar mengejar nilai dengan cara apapun. Belajar itu mesti menghargai kejujuran. Menurut Alanda Kariza, tantangan bagi millennials adalah bisa punya kepala di langit, tapi kaki tetap menginjak tanah. Belajarlah tanpa henti. Dan berkolaboraasi merupakan salah satu cara menahan diri agar tidak arogan.

No cost, no commitment. Chris Anderson, pengarang buku Free: The Future of Radical Priced, ketika menghadiri sebuah conference di Google, kantor yang terkenal membagikan berbagai jenis makanan ringan saat ada event. Dan karena conference kebanyakan dihadiri oleh non-googlers, Chris iseng-iseng memperhatikan tray berisi sisa makanan yang dikumpulkan, dan ternyata kebanyakan masih berisi setengah makanan. Tidak habis. Chris membayangkan kalau saja snack yang tadi dijual, alias tidak gratis. Bahkan bila dikenai harga murah, kemungkinan besar peserta akan memakannya hingga habis. Ini karena mereka sudah mengeluarkan uang. Maka uang ini penting untuk mengikat komitmen.

Lakukan sesuatu yang kita bisa dengan sungguh-sungguh, dan kalau memang bisa, lampaui kemampuan diri sendiri, karena kita tidak akan pernah tahu hasilnya mungkin di luar dugaan. Bagi Alanda, yang paling penting buat generasi langgas ialah belajar mendengarkan orang lain.

Generasi millennials tidak akan berlarut dalam kegagalan. Mereka tetap puas karena telah berani mencoba sesuatu yang berbeda. Generasi langgas adalah generasi yang didukung oleh keluarganya. Berbeda dengan generasi X yang masih berorientasi dengan diri sendiri, dan kebanyakan dari mereka berjuang hanya untuk diri mereka sendiri. Generasi langgas memiliki keistimewaan karena memiliki kepekaan luar biasa untuk membantu sesama.

What doesn’t kill you makes you stronger – Kelly Clarkson. Apa yang tidak membunuhmu akan membuatmu semakin kuat. Pengalaman pahit, kejadian menyakitkan akan menjadikan pembelajaran yang berharga. Dengannya kita semakin kuat dalam menghadapi beragam masalah yang ada. Jangan menyerah dengan kegagalan, karena diujung sana telah menunggu keberhasilan.

Marchella sendiri yang memodali skripsinya “Generasi 90-an” untuk dijadikan buku. Awalnya ia ditolak penerbit karena biaya cetak full colour yang terlalu tinggi. Tidak menyerah, ia pun mengumpulkan uang hasil kerja freelance sebanyak 11 juta untuk modal mencetak buku. Sebanyak 500 buku Generasi 90-an ludes terjual hanya dalam waktu 2 hari. Millennials boleh saja percaya diri pada apa yang mau dibuatnya. Namun terkadang kita memang harus menggunakan uang sendiri untuk mewujudkan apa yang kita ingin buat.

Bukan semata kebutuhan barang atau uang, millennials butuh sesuatu yang membuat mereka lebih baik. Work life balance wins over money. Generasi langgas lebih memilih kehidupan yang seimbang antara kerjaan dan kehidupan pribadinya daripada mengejar gaji yang besar, tapi menyita hampir seluruh waktu mereka.

Millennials memang rata-rata sangat berani berbicara, bahkan berteriak. Namun coba kita lihat lagi, apakah teriakan itu nyaring dan berisi? Millennials memang rata-rata sangat berani, tetapi apakah keberanian tersebut benar-benar berdampak? Keberanian Marchella yang berdampak adalah menggunakan uang dari hasil proyek desainnya sebagai modal untuk menerbitkan buku Generasi 90-an. Buku itu terbit dengan full colour dan harganya Rp. 175.000. Ini karena hanya cetak sebanyak 500 eksemplar dan biaya dari kocek sendiri. Tanpa keberanian tersebut, tidak akan pernah ada seseorang yang berani menjual buku full colour dan akhirnya bestseller. Ayo gunakan kebebasan dan keberanian kalian untuk sesuatu yang nyata dan berdampak. Ini adalah momen terbaik untuk kita berteriak nyaring lewat inovasi yang berdampak positif untuk orang banyak.

Tentunya, saya sangat setuju dengan prinsip ikigai yang membuat kita harus melihat apa kekuatan kita. Hubungkanlah sesuatu yang kita kerjakan dengan passion, tapi kita harus realistis melihat apa yang dunia butuhkan sehingga kita bisa dibayar untuk sesuatu yang menjadi kekuatan itu. Bisa jadi ikigai adalah happynomics yang selama ini sering saya dengungkan. Kita harus happy tapi ada nilai ekonominya untuk diri sendiri dan keluarga. So, jangan stuck dan terpaku pada passion saja.

Daripada terus-menerus mencari passion dan mencari jati diri, lebih baik kita mulai “menciptakan” diri sendiri. Lihat ikigai yang kita punya, lalu putuskan untuk serius dan menjalani apa pun keputusan yang telah kita pilih. Life is not about finding yourself, life is about creating yourself – George Bernard Shaw.

Buku berjudul, “Generasi Langgas” yang ditulis oleh Yoris Sebastian, Dilla Amran dan Youthlab ini menarik sekali untuk dibaca. Tulisannya menarik, kreatif, informatif, inovatif, berwarna memikat mata, terdapat beberapa gambar yang lucu, serta dapat dinikmati dengan cepat. Ini buku yang sangat inpiratif, ringan dan berisi. Generasi Milennial wajib baca buku ini.

Deskripsi Bibliografis: https://goo.gl/omMQw7
Oleh: Aldi Rahman Untoro
Courtesy to: Yoris Sebastian, Dilla Amran, Youthlab.

Search