Malang, 15 Desember 2014 –Program Minat Ilmu Administrasi Pemerintahan Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) melaksanakan International Guest Lecture dengan tema “Interest Group Politics in Transition : Korean Case.” International Guest Lecture ini merupakan seri ke lima dari rangkaian International Guest Lecture yang telah dilaksanakan di FIA UB. Dilaksanakannya acara ini sebagai salah satu upaya Program Minat Ilmu Administrasi Pemerintahan dalam mengapresiasi misi Universitas Brawijaya menuju World Class University dan sekaligus sebagai bentuk sharing knowledges and experiences.
Pembicara dalam kegiatan International Guest Lecture ini adalah Prof. Chung Hee Lee yang merupakan salah satu dosen senior dari Department of Political Science, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan. Pada acara ini hadir sejumlah 360 orang peserta, yang terdiri dari seluruh Mahasiswa baik S1 hingga S3 pada Jurusan Ilmu Administrasi Publik di FIA UB.
Acara ini dibuka oleh Dr. Choirul Saleh, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Publik FIA UB. Dalam sambutanya, beliau menuturkan bahwa semua mahasiswa dan ilmuan yang konsen di bidang administrasi pemerintahan memang dituntut sebagai agen pembaharu. Perspektif tersebut terkait dengan dampak besar terhadap kemajuan dan penguatan sebuah sistem politik yang ada saat ini. Saleh mengatakan FIA UB selaku salah satu fakultas terbaik di Indonesia, memperkenankan para sivitas akademiknya untuk melakukan visiting study ke Korea Selatan, dimana tujuannya adalah peningkatan kapabilitas serta wawasan global.
Dalam paparannya Lee menjelaskan bahwa sejak tahun 1987, masyarakat Korea Selatan telah mengalami demokratisasi pada arena politik, sosial, dan ekonomi. Di Korea konsolidasi demokrasi memilik arti bahwa ide-ide demokrasi dan visi diinternalisasikan pada kebiasaan antara para pemimpin masyarakat dan politik. Secara khusus, pengembangan sistem yang dapat mengendalikan konflik sosial melalui cara yang demokratis merupakan faktor penting bagi konsolidasi demokrasi.
Menurut Lee di Korea Selatan pada bidang ekonomi telah terjadi perubahan penting dari intermediasi sistem kepentingan karena diwujudkan dengan munculnya pakta sosial di Korea Selatan. Setelah demokratisasi dimulai, Korea Selatan membentuk korporatisme nasional sebagai cara untuk mengendalikan konflik kepentingan.
Masyarakat sipil Korea Selatan lanjut Lee selama tiga puluh tahun terakhir telah mengungkapkan dinamika yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti di negara-negara lain. Dalam keadaan transisi, bagaimanapun juga, politik Korea Selatan melangkah ke aparat politik yang demokratis dari yang sebelumnya otoriter. Masyarakat sipil Korea Selatan telah mencerminkan kegiatan transisi tersebut. Struktur masyarakat sipil dan karakteristik gerakan sipil masih berlangsung sesuai dengan pertumbuhan demokratisasi, hubungan internasional, dan pergeseran keseimbangan kekuasaan antara kelompok-kelompok individu dan massa.
Saat ini fungsi dan peran masyarakat sipil Korea Selatan menjadi lebih khusus daripada sebelumnya papar Lee. Sisi positif mengakui bahwa kelompok kepentingan dan kelompok masyarakat telah memainkan peran yang sangat positif dalam proses demokratisasi di Korea Selatan. Banyak pengamat percaya bahwa kelompok-kelompok dalam masyarakat sipil memiliki fungsi sebagai pelindung pemeritah terhadap penyakit sosial dan korupsi.
Lee menekankan masyarakat sipil Korea Selatan semakin aktif berusaha untuk mengakomodasi diversifikasi dan gesekan-gesekan yang ada, tanpa usaha tersebut mereka berkembang menjadi ekstremisme. Dengan pengalaman selama dua puluh tahun masyarakat sipil Korea Selatan telah menghindarkan diri dari kegiatan elit yang terpusat dengan memperluas jaringan dari akar rumput. Akumulasi pengalaman dan kemampuan dari masyarakat sipil Korea Selatan telah mewujudkan reformasi politik dan menetapkan demokrasi secara substansial di Korea Selatan hingga saat ini [MRH/FIA].