El-Hamda, seorang remaja penuh ambisi dan cita-cita, memulai petualanganya sejak masuk Sekolah Menengah Pertama di Pesantren Al-Amin Malang. Ia yang berasal dari kota lain, awalnya terasa asing dengan segala sesuatu yang ada di Malang. Hal itu nampaknya tidak bertahan lama baginya. Setelah masuk pesantren, ia memiliki dua sahabat baru yaitu Razi dan Mahfud. Mereka bertiga bagaikan ‘Three Muskeeters’ di Pesantren Al-Amin.
Kehidupan pesantren membuat El-Hamda belajar banyak hal.Ia belajar melakukan segala hal secara mandiri. Mulai dari mencuci sendiri, mengaji, sholat, membaca Al-Qur’an dan masih banyak lagi. El-Hamda mulai nyaman hidup di pesantren karena ada sahabat-sahabatnya yang bagai ‘setali tiga uang’ dengannya. Mereka bertiga suka melakukan berbagai hal yang terkadang melanggar aturan pesantren. Hal tersebut buruk memang, hanya saja terasa menyenangkan bagi mereka bertiga.
Persahabatan antara El-Hamda, Razi, dan Mahfud ternyata harus terpisah karena mereka berbeda tujuan SMA (Sekolah Menengah Atas). El-Hamda yang ayahnya tiba-tiba di PHK, terpaksa harus melanjutkan ke SMA negeri yang sangat ketat ujian masuknya. Razi memutuskan untuk lanjut ke MAN (Madrasah Aliyah Negeri), sedangkan Mahfud memilih ke Australia karena harus ikut ayahnya yang bekerja disana. Kehidupan penuh tawa di pesantren terpaksa harus berhenti karena mereka bertiga harus mencapai cita-cita masing-masing.
Masa SMA El-Hamda ternyata tidak kalah menarik dengan kehidupannya di pesantren. Di SMA negeri, El-Hamda mempunyai sahabat baru bernama Robi. Robi dikenal aktif, cerdas, dan bahkan menjadi ketua kelas. El-Hamda dan Robi sudah saling mengenal satu sama lain sejak pendaftaran masuk SMA. Karena hubungan yang dekat itulah, mereka dipilih menjadi ketua kelas dan sekretaris kelas.Masa-masa SMA El-Hamda mulai diisi oleh aktifitas belajar yang sangat padat. El-Hamda sangat berambisi untuk masuk Sastra Jepan Universitas Brawijaya karena ia sangat ingin ke Jepang untuk bertemu sahabat masa kecilnya, Opik.
Perjuangan El-Hamda selaras dengan Robi, hanya saja Robi lebih berminat dengan Ilmu Perpustakaan Universitas Brawijaya. Mereka selalu belajar bersama-sama dan saling membantu satu sama lain. Dengan semangat yang luar biasa dan penuh perjuangan, mereka akhirnya diterima di Jurusan pilihan melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Kehidupan kampus El-Hamda pun dimulai. El-Hamda mulai tumbuh dewasa dengan ‘sepikul’ impian yang ia bawa di pundaknya. Berat memang, akan tetapi hal itulah yang memang El-Hamda ingin raih. Ambisius, pekerja keras, pantang menyerah, dan giat beribadah, menjadi ‘bumbu penyegar’ dalam masa-masanya meraih impian. ‘Bumbu utamanya’ masih penulis simpan secara rapi dalam buku ini sehingga pembaca harus membacanya secara ‘lebih’. Hal inilah yang membedakan perjalanan El-Hamda terasa berbeda.
Kehidupan kampusnya berjalan begitu cepat dengan beberapa prestasi yang El-Hamda raih. Di kampus, El-Hamda mempunyai sahabat baru yaitu Ari, Akbar, dan Robert. Mereka bertiga bagaikan ‘Three Muskeeters season 2’ bagi El-Hamda. Perjuangan dan persahabatan terasa sangat kental pada masa kuliah.
Mimpi lain dari El-Hamda tercapai setelah ia lulus sarjana. Ia mendapatkan beasiswa penuh Sekolah S2 di Jepang. Ia masuk jurusan Teknik Mesin karena ia mulai tertarik untuk membuat kendaraan bermotor. Ia sangat ingin melakukannya karena ia ingin membuat mobil impian yang asli di produksi oleh orang Indonesia. Sebuah bentuk ‘Swadesi’ yang harusnya dapat diambil hikmahnya oleh pembaca yang sadar dan mau berubah. Benar-benar cerita yang menarik dan penuh harapan. Semoga harapan pembaca dapat lebih berkembang setelah membaca buku ini. (Internship FMRC FIA UB/MARISKA DUWI ARIFIN PUTRI)
Courtesy to : Aldi Rahman Untoro Buku ini tersedia disini