Texts
Model Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Masyarakat: Studi di Desa Sajau Kecamatan Tanjung Palas Timur Kabupaten Bulungan
Achmad Saiyidi Arham. Proram Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Model Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Masyarakat, Studi di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan. Komisi Pembimbing: Ketua: Dr. Ike Wanusmawatie, S.Sos., M.AP., Anggota: Asti Amelia Novita, S.AP., M.AP., Ph.D.
Latar belakang dalam penelitian ini adalah potensi pariwisata yang ada di Desa Sajau belum terkelola dengan baik. Sebagai penerima Anugerah Desa Wisata Indonesia tahun 2022, Desa Wisata Sajau masuk dalam 300 besar dengan kategori Desa Wisata Berkembang. Hanya saja potensi ini belum dapat dimaksimalkan oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Desa Sajau maupun Pemerintah Kabupaten Bulungan. Minimnya upaya pemerintah terlihat dari pendanaan yang hanya diberikan sekali dan dilanjutkan pelatihan tanpa ada tindakan berkelanjutan. Di sisi yang lain, komitmen masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan pariwisata juga masih rendah dikarenakan mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Mereka menganggap bahwa pekerjaan di sektor pariwisata tidak bisa mendatangkan keuntungan secara langsung. Hal ini diperparah dengan akses menuju Desa Sajau yang dalam kondisi kurang baik. Perjalanan menuju Desa Sajau separuh jaraknya ditempuh dengan jalan berpermukaan pasir dan bukan aspal. Masalah berikutnya dalam pengelolaan pariwisata di Desa Sajau adalah tantangan pada proses digitalisasi pariwisata. Digitalisasi pariwisata masih menemui kendala karena terbatasnya jaringan telekomunikasi dengan tidak adanya Menara telekomunikasi di sana.
Penulisan Tesis dengan judul Model Pengembangan Desa Wisata berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Masyarakat, Studi di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan merupakan kajian terhadap pengelolaan pariwisata berbasis komunitas di Desa Sajau. Tujuan peneltiian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa pengembangan Desa Wisata Sajau saat ini, untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan Desa Wisata Sajau; serta untuk merekomendasikan model pengembangan Desa Wisata Sajau dalam perspektif Community Based Tourism.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan datanya adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara telah dilakukan baik kepada pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah yang diwawancarai mulai dari Pemerintah Kabupaten Bulungan sampai dengan Pemerintah Desa Sajau. Sedangkan masyarakat yang diwawancarai adalah Pokdarwis, kelompok adat, dan Masyarakat Desa Sajau sendiri. Analisa data dalam penelitian ini adalah Miles dan Huberman sedangkan Uji Keabsahan Datanya menggunakan Sugiyono (2020).
Hasil temuan di lapangan terkait pengembangan Desa Wisata Sajau saat ini menunjukkan beberapa hal. Dari tataran regulasi pengelolaan pariwisata, Desa Sajau sendiri sudah mendapatkan SK Penunjukkan sebagai Desa Wisata. Hal ini kemudian diikuti dengan pembentukan Pokdarwis sebagai kelompok yang mengelola pariwisata. Desa Sajau sendiri telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan sebagai destinasi unggulan alternatif tematik dengan pengembangan utamanya melalui kearifan lokal yang berpegang teguh pada budaya dan adat istiadat setempat. Kearifan lokal digunakan sebagai nilai utama pengembangan pariwisata dengan tidak hanya berfokus pada sektor ekonomi semata. Meskipun wisata di Desa Sajau terbagi menjadi dua yaitu wisata budaya dan wisata alam, tetapi fokus pengembangan saat ini adalah pada wisata budaya. Potensi alam yang nantinya akan dikembangkan menjadi wisata alam belum menjadi prioritas pengembangan wisata saat ini.
Dalam pengelolaan pariwisata di Desa Sajau, teridentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung pengelolaan pariwisata terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal sendiri terbagi menjadi atraksi, jarak tempuh, besaran desa serta ketersediaan infrastruktur pariwisata. Atraksi berbicara tentang wisata alam dan wisata budaya yang dimiliki oleh Desa Sajau. Sedangkan jarak tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk menuju ke destinasi wisata. Besaran desa menjelaskan jumlah penduduk dan luas desa yang mampu mendukung pengelolaan pariwisata. Sedangkan ketersediaan infrastruktur pariwisata berbicara tentang keberadaan toko souvenir dan provider telekomunikasi yang sudah masuk. Faktor pendukung eksternal sendiri terdiri dari dukungan pemerintah yang berupa adanya regulasi terkait desa wisata dan juga pelatihan kepada masyarakat terkait kepariwisataan serta kelembagaan berupa adanya Mitra Bulungan Berdaulat. Di sisi yang lain, faktor penghambat pengelolaan pariwisata di Desa Sajau juga terbagi menjadi dua yaitu dari sisi internal dan eksternal. Faktor penghambat internal misalnya terkait dengan keberadaan pokdarwis yang belum maksimal karena usianya yang tergolong baru, lalu komitmen masyarakat yang masih rendah sehingga belum memahami Sapta Pesona sehingga promosi yang dilakukan menjadi minim, dan juga kondisi infrastruktur yang tidak terawat. Faktor penghambat dari sisi eksternal misalnya belum ada pendanaan yang fokus terkait dengan pengembangan pariwisata. Selain itu juga infrastruktur pendukung yang perlu untuk dibenahi seperti akses jalan, provider internet, dan tempat pembuangan akhir sampah.
Pengembangan Desa Wisata dalam Perspektif Community Based Tourism dilakukan dengan melihat kelima dimensi yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi lingkungan, dimensi budaya, dan dimensi politik. Dari kelima dimensi ini, hanya dimensi budaya yang ketiga indikatornya sudah terpenuhi yaitu indikator dorongan menghargai perbedaan budaya, membantu pertukaran budaya dan budaya pembangunan melekat pada budaya lokal. Dimensi kearifan lokal yang ada di Desa Sajau memperkuat dimensi budaya yang disampaikan oleh Suansri, karena kearifan lokal Desa Sajau adalah nilai utama dalam pengembangan pariwisata berbasiskan Community Based Tourism di Desa Sajau.
Kata kunci: Community Based Tourism, kearifan lokal, pariwisata, Pokdarwis
Achmad Saiyidi Arham. Postgraduate Program. University of Brawijaya, Malang. Community Based Tourism Village Development Model (Community Based Tourism) in the Context of Increasing Community Income, Study in Sajau Village, East Tanjung Palas District, Bulungan Regency. Supervisor: Dr. Ike Wanusmawatie, S.Sos., M.AP., Co-supervisor: Asti Amelia Novita, S.AP., M.AP., Ph.D.
The background to this research is that the tourism potential in Sajau Village needs to be managed better. As the 2022 Indonesian Tourism Village Award recipient, Sajau Tourism Village is among the top 300 in the Developing Tourism Village category. It's just that the government still needs to maximize this potential, be it the Sajau Village Government or the Bulungan Regency Government. The government's lack of effort can be seen in funding provided only once and continued training without ongoing action. On the other hand, the community's commitment to tourism management is also still low because most of the community earns their livelihood as farmers. They consider that work in the tourism sector cannot bring direct profits. This situation is worse because of access to Sajau Village, which needs better conditions. The journey to Sajau Village takes half the distance on a road with a sand surface and not asphalt. The next problem in tourism management in Sajau Village is the challenge of the tourism digitalization process. The digitalization of tourism still needs to be improved due to limited telecommunications networks and the absence of telecommunications towers.
Writing a thesis titled Community Based Tourism Village Development Model (Community Based Tourism) in the Context of Increasing Community Income, Study in Sajau Village, East Tanjung Palas District, Bulungan Regency is a study of Community Based Tourism management in Sajau Village. This research aims to describe and analyze the Sajau Tourism Village's current development, identify and analyze supporting and inhibiting factors for the development of the Sajau Tourism Village, and to recommend a Sajau Tourism Village development model from a Community Based Tourism perspective.
The research method used is descriptive qualitative with data collection techniques: interviews, observation, and documentation. Interviews were conducted with both the government and the community. The governments interviewed ranged from the Bulungan Regency Government to the Sajau Village Government. Meanwhile, the people interviewed were Pokdarwis, traditional groups, and the Sajau village community. Data analysis in this research is by Miles and Huberman, while the data validity test uses Sugiyono (2020).
The findings in the field regarding the current development of the Sajau Tourism Village show several things. From the tourism management regulations level, Sajau Village has received a Decree on Designation as a Tourism Village. This step was followed by the formation of Pokdarwis as a group that manages tourism. Sajau Village itself has been designated by the Bulungan Regency Government as a leading alternative thematic destination with its central development through local wisdom that adheres firmly to local culture and customs. Local wisdom is used as the primary value for tourism development by not only focusing on the economic sector alone. Although tourism in Sajau Village is divided into cultural and natural tourism, the current development focuses on cultural tourism. Natural potential, which will later be developed into natural tourism, has yet to be a priority for tourism development.
In managing tourism in Sajau Village, supporting and inhibiting factors were identified. Keeping factors for tourism management are divided into two, namely internal factors and external factors. Internal factors are divided into attractions, distance traveled, village size, and availability of tourism infrastructure. Attractions talk about the natural tourism and cultural tourism that Sajau Village has. Meanwhile, distance traveled is the time tourists need to get to a destination. Village size explains the population and area of the village that can support tourism management. Meanwhile, the availability of tourism infrastructure speaks about souvenir shops and telecommunications providers that have entered. External supporting factors consist of government support in the form of regulations related to tourist villages and training for the community regarding tourism and institutions in the form of Mitra Bulungan Sovereign. On the other hand, the factors inhibiting tourism management in Sajau Village are also divided into internal and external. Internal inhibiting factors, for example, are related to the existence of the Pokdarwis, which is yet to be optimal because it is relatively new. Then, the community's commitment is still low, so they need to understand Sapta Pesona so promotion is minimal, and the infrastructure condition needs to be better maintained. Inhibiting factors from the external side, for example, no focused funding related to tourism development exists. Additionally, supporting infrastructure, such as road access, internet providers, and final waste production sites, must be improved.
Development of Tourism Villages from a Community Based Tourism Perspective is carried out by looking at the five dimensions: economic, social, environmental, cultural, and political. Of these five dimensions, only the cultural dimension has three indicators that have been fulfilled: encouraging respect for cultural differences, helping cultural exchange, and developing culture attached to local culture. The local wisdom dimension in Sajau Village strengthens the cultural dimension conveyed by Suansri, because the local wisdom of Sajau Village is the main value in developing Community Based Tourism in Sajau Village.
Keywords: Community Based Tourism, local wisdom, tourism, Pokdarwis
202402 | TES 307.721 ARH m 2023 k.1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Sosial) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain