Texts
Implementasi Pengarustamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah: Studi pada Peraturan Bupati Boven Digoel Nomor 35 Tahun 2019 tentang Panduan Pelaksanaan Pegarustamaan Gender dalam Pembangunan daerah di Kabupaten Boven Digoel
Yunita Nensy Uniplaita, Program Magister Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Implementasi Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan daerah (Studi pada Peraturan Bupati Boven Digoel Nomor 35 tahun 2019 tentang Panduan Pelaksanaan Pengarustamaan Gender dalam Pembanguan Daerah di Kabupaten Boven Digoel) Ketua Komisi Pembimbing Dr. Farida Nurani, S.Sos., M.Si. Anggota Komisi Pembimbing: Wike, S.Sos, M.Si., DPA
Kebijakan pengarustamaan gender dalam pembangunan merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Kebijakan PUG menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan dalam pembangunan baik di pusat maupun di daerah.
Implementasi PUG dalam pembangunan daerah menjadi langkah konkrit dan sistematis dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pemerintah Daerah Kabupaten Boven Digoel juga berkomitmen mengimplementasikan pengarustamaan gender dalam pembangunan daerah di kabupaten Boven Digoel dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2019 tentang Panduan Pelaksanaan Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan. Hadirnya kebijakan pengarustamaan gender dalam pembangunan daerah melalui Peraturan Bupati tersebut tidak serta merta membuat PUG diimplementasi dalam pembangunan daerah di kabupaten boven digoel berdasarkan peraturan bupati tersebut
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Daerah, (2) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor – faktor pendorong dan penghambat yang mempengaruhi implementasi kebijakan Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.
Fokus dalam penelitian ini adalah implementasi pengarustamaan gender dalam pembangunan daerah melalui Peraturan Bupati nomor 35 tahun 2019 tentang Panduan Pelaksnaaan Pengarustamaan Gender dalam pembangunan daerah di Kabapaten Boven Digoel dengan menggunakan model Implementasi Van Meter dan Van Horn yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber – sumber kebijakan, karakteristik badan/instansi pelaksana, komunikasi antar organisasi, sikap para pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Metode penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang berasal dari informan, peristiwa, dan dokumen dengna teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang menggunakan model analisis data Miles dan Huberman yang terdiri dari pengumpulan data,reduksi data, penyajian data, dan verifikasi / penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pengarustamaan gender dalam pembangunan daerah melalui peraturan bupati boven digoel nomor 35 tahun 2019 belum berjalan secara optimal, hal ini disebabkan karena masih ada OPD sebagai pelaksana kebijakan tersebut belum memahami dan mengetahui tujuan dan standar kebijakan, intensitas komunikasi terbatas, sumber daya anggaran yang belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien, kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam melakukan analisis gender serta lingkungan sosial dan politik yang belum sepenuhnya mendukung dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Faktor pendukung dalam implementasi pengarustamaan gender dalam pembangunan daerah terdiri dari factor internal dan eksternal yaitu Adanya tanggung jawab dan komitmen dari ASN Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Boven Digoel, Adanya Komitmen Pemerintah daerah dalam Pelaksanaan Pengarustamaan Gender (Adanya regulasi dalam mendukung pelaksanaan pengarustamaan gender) dan adanya ketersediaan anggaran dalam rangka implementasi kebijakan pengarustamaan gender dalam pembangunan, Adanya partisipasi unsur masyarakat dalam Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender. Sedangkan Faktor penghambat dalam implementasi pengarustamaan gender terdiri dari Kurangnya Pemahaman terhadap Gender dan Pengarustamaan Gender, Belum Optimalnya kordinasi dan komunikasi, Belum optimalnya tugas dari Kelembagaan Pengarustamaan Gender dalam melaksanakan Pengarustamaan Gender dan Ketersediaan SDM yang tidak memadai, sosial budaya masyarakat serta rendahnya peran swasta.
Rekomendasi yang dapat disampaikan yaitu (1) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak perlu meningkatkan intensitas komunikasi dan kordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah dan juga unsur masyarakat. (2) Perlu adanya peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pengarustmaaan gender dalam pembangunan melalui Monitoring dan evaluasi. (3) Perlu adanya organisasi perangkat daerah percontohan dalam implementasi kebijakan pengarustamaan gender agar mudah ditiru oleh organisasi perangkat daerah dan distrik. (4) Perlunya Standar Operasional Prosedur dalam implementasi kebijakan pengarustamaan gender agar dapat mengatur kerja dan juga tidak terjadi tumpang tindih tugas dan fungsi. (5) perlu dilakukan peningkatan kapasitas khususnya para perempuan sehingga mampu terlibat aktif serta dapat menyampaikan aspirasinya. (6) Perlu membangun kerja sama dan kordinasi dengan Pihak swasta pada implementasi pengarustamaan gender dalam pembangunan
Yunita Nensy Uniplaita, Master Program in Public Administration, Faculty of Administrative Sciences, University of Brawijaya, Implementation of Gender Mainstreaming in Regional Development (Study on Boven Digoel Regent Regulation Number 35 of 2019 concerning Guidelines for Implementation of Gender Mainstreaming in Regional Development in Boven Digoel Regency. Chairman of the Advisory Commission: Dr. Farida Nurani, S.Sos., M.Si. Advisory Commission Member: Wike, S.Sos., M.Si., DPA
Gender mainstreaming policies in development are policies taken by the government to address gender inequality and injustice with the method of integrating gender into an integral dimension of planning, formulating, implementing, monitoring, and evaluating development policies and programs at both national and local levels. PUG policy to be obligatory obligations held in development well in the center as well as in the region.
PUG implementation in developing regions is a concrete and systematic step in realizing gender equality and justice. The Regional Government of Boven Digoel Regency has also committed to implementing gender mainstreaming in development areas in the district of Boven Digoel by issuing Regent Regulation Number 35 of 2019 concerning Guidelines for Implementing Gender Mainstreaming in Development. The presence of a gender mainstreaming policy in regional development through the Regent's Regulation does not necessarily make PUG implemented in regional development in Boven Digoel Regency based on the Regent’s regulation.
This study is aimed to (1) Identify, describe, and analyze the implementation of Gender Mainstreaming policies in Regional development; and (2) Identify and analyze the driving and inhibiting factors that influence the implementation of Gender Mainstreaming policies in Regional Development .
Focus on the study This is the implementation of gender mainstreaming in development areas through Regulation Regent Number 35 of 2019 concerning Guide Implementation of Gender Mainstreaming in Development Areas in Kabapaten Boven Digoel with the Van Meter and Van Horn Implementation Models, namely policy size and objectives, policy sources, characteristics of implementing agencies, inter-organizational communication, attitudes of implementers, and the economic, social, and political environment.
Research metods was applied by using a qualitative approach. Derived data sources from informants, events, and documents with the technique of data collection through interviews, observations, and documentation Technique data analysis using the Miles data analysis model and Huberman consisting of collection data, data reduction, data presentation, and verification or withdrawal conclusion
This study Resulted shows that implementation of gender mainstreaming in development areas through regulation Regent Boven Digoel Number 35 of 2019 is not yet optimal. This is caused because there is still OPD as executor policy, the Not yet understood And known objective And standard policy, limited communication intensity, and source Power budget not yet utilized in a manner effective And efficient, lacking source Powerful humans who have skill And ability to do gender analysis as well as environmental, social, And political analysis yet fully support the implementation of policy Factor supporters in the implementation of gender mainstreaming in development areas consist of internal and external factors, which areThere is responsibility and commitment from the ASN of the Boven Digoel Regency Women's Empowerment and Child Protection Service; There is a Regional Government's Commitment to the Implementation of Gender Mainstreaming (There are regulations to support the implementation of gender mainstreaming); and there is availability of a budget in the framework of implementing gender mainstreaming policies in development. There is an elemental participation community in FKKG. Whereas factors inhibiting the implementation of gender mainstreaming consist of a lack of understanding of gender and Gender Mainstreaming, Not yet optimal coordination and communication, Not optimal tasks from PUG Institutions in implementing Gender mainstreaming, inadequate availability of human resources, socio-cultural community, and the low role of the private sector.
Recommendation on this study are: (1) The Office of Women's Empowerment and Child Protection perils increase the intensity of communication and coordination with OPD and also elements of the community. (2) There is a need for increased supervision of the implementation of gender mainstreaming in development through monitoring and evaluation. (3) There is a need for a pilot OPD in the implementation of gender mainstreaming policies so that OPD and districts can easily imitate it. (4) The need for Standard Operating Procedures in the implementation of gender mainstreaming policies so that they can regulate work and also do not overlap tasks and functions (5) It is necessary to increase capacity, especially for women, so that they are able to be actively involved and can convey their aspirations. (6) It is necessary to build cooperation and coordination with the private sector in the implementation of gender mainstreaming in development.
2023141 | TES 324.34 UNI i 2023 k.1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Sosial) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain