FIA UB dan Bappenas RI Gelar Sosialisasi Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam Penyediaan Infrastruktur
Sebagai inisiasi bentuk kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta, Bappenas dan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) melaksanakan acara sosialisasi Public Private Partnership dengan tema “Sosialisasi Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam Penyediaan Infrastruktur BAPPENAS” pada Sabtu (29/11) kemarin. Acara ini merupakan salah satu bentuk sharing pengetahuan dan sosialisasi kebijakan Pemerintah RI terkait dengan masalah Kerajasama Pemerintah dengan Swasta di Indonesia. Sebagai pembicara hadir yaitu Ir. Racmat Mardiana, MA selaku Kasubdit Analisa Tarif dan Resiko Direktorat PKPS, Drs. Bob Sagala, M.Si selaku Kasi Kerjasama, Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama Kemendagri, dan Dr. Asep Suryadi, SE, M.Si. selaku Kasubdit BMN II Kemenkeu.
Moderator dalam acara ini yaitu Ir. Gunsairi, MPM yang merupakan Kasubdit Regulasi Kelembagaan dan Informasi Direktorat PKPS. Beliau membuka dengan memaparkan penambahan tenaga ahli sebagai advisor dan tenaga ahli untuk mendampingi program dari pemerintah ini. Sandang, pangan, maritim, dan energi menjadi prioritas dalam meningkatkan program KPS. Acara ini dihadiri oleh sekitar 50 orang peserta terdiri perwakilan perguruan tinggi dan PEMDA. Acara ini dibuka oleh perwakilan dari FIA UB yaitu Dr. Wilopo, M.AB. dalam sambutannya beliau memberikan pesan bahwa acara ini menambah inisiasi dan realisasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta terlebih lagi melibatkan perguruan tinggi. Acara ini juga bisa memberikan titik awal untuk menjadikan target infrastruktur di Indonesia bisa maju sesuai dengan misi Presiden Joko Widodo.
Ir. Racmat Mardiana, MA menyampaikan materi tentang proses kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Sebagaimana dipaparkan oleh Mardiana, alasan beberapa negara dalam mengadopsi KPS yaitu untuk meningkatkan operasional dan lapangan pekerjaan baru. KPS memiliki dua sisi yaitu pemerintah dan swasta. Regulasi yang mendasari KPS yaitu PP 27 tahun 2014 dan Perpres 67 tahun 2013. Tujuan KPS untuk mencukupi kebutuahan pendanaan dan efektifitas serta efisiensi pembangunan infrastruktur. Ada 4 tahapan Pelaksanaan Proyek Kerjasama yaitu tahap perencanaan proyek kerjasama, penyiapan proyek kerjasama, transaksi proyek kerjasama, dan manajemen pelaksanaan perjanjian kerjasama. Terdapat sebuah institusi penanggung jawab proyek kerjasama yang bernama Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Tahapan-tahanpan penyiapan proyek kerjasama yaitu tahapan kajian awal prastudi kelayakan dan penyiapan kajian kesiapan. Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama dilakukan pada empat masa, yaitu prakonstruksi, konstruksi, operasi komersial, dan masa berakhirnya perjanjian kerjasama.
Drs. Bob Sagala, M.Si menyampaikan materi tentang tata cara kerjasama daerah, Otonomi daerah seimbang dalam setiap regulasi namun memang kondisi setiap daerah meiliki kondisi berbeda-beda. Kerjasama dengan daerah merupakan onovasi dalam pelaksanaan otonomi itu sendiri. Ketika daerah melakukan kerjasama sangat terkait dengan berbagai aspek seperti hukum, administrasi, ekonomi, dan lain-lain. Namun tidak semua daerah memiliki kesiapan tentang hal ini. Pemerintah daerah secra umum belum siap mengembangakan kerjasama dengan swasta. Hendaknya pemerintah mengenal calon mitra yang berasal dari swasta. Fenomena umum titik kelemahan Pemda dalam KPS yaitu tidak melalui proses kelembagaan, kesiapan dalam membuat perencanaan teknis dan analisa yang mumpuni (SDM), kemampuan mengemas tawaran KPS menjadi sesuatu yg menarik bagi pihak swasta, masih lemah dalam bernegosiasi, masih lemah menyusun nota perjanjian, ketidakjelasan keberadaan aset Pemda serta kemampuan melakukan Binwas. Berbagai masalah yang ada pada proses KPS seperti disharmoni berbagai rangkaian peraturan terkait kerjasama daerah (akan dilakukan revisi rangkaian peraturan terkait), masih tingginya perbedaan persepsi dan pemahaman antar stakeholder terkait konsep kerjasama daerah, masih rendahnya kapasitas aparat Pemda utk menyelenggarakan kerjasama daerah (mulai perencanaan sampai dengan evaluasi sehingga berpotensi rugikan Pemda), lemahnya komitmen dan kompetisi politik berpotensi mengganggu.
Dr. Asep Suryadi, SE, M.Si menyampaikan materi tentang Kebijakan Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), dasar hukum UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Barang Milik Negara/Daerah 90% berasal dari APBN. Pemanfaatan BMN dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemanfaatan BMN dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum. Dalam hal Proyek Kerja Sama melingkupi BMN pada beberapa Pengguna Barang, maka Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertindak sebagai PJPK menyampaikan usulan pelaksanaan KSPI kepada Pengelola Barang, termasuk dalam kapasitasnya sebagai Pengguna Barang. (MRH/FIA)