Kuliah Tamu Manajemen Bencana, Staf Ahli BNPB Beberkan Prestasi dan Permasalahan Penanggulangan Bencana di Indonesia
Saat potensi bencana alam telah terdeteksi, ternyata masih banyak masyarakat kita yang enggan untuk segera beranjak dari tempat tinggalnya dan pindah ke tempat aman yang telah disediakan oleh pemerintah. Bahkan, ada suatu kelompok masyarakat yang tidak mau pindah hingga membuat kepala daerah setempat tidak mau lagi bertanggungjawab pada keselamatan mereka. Cerita-cerita menarik seputar penanggulangan bencana itulah yang kemarin tersaji pada Kuliah Tamu “Manajemen Bencana, Peran dan Program Kerja BNPB dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia” (31/3). Acara yang diselenggarakan oleh Program Studi Perencanaan Pembangunan FIA UB tersebut menghadirkan Dr. Hendro Wardono, M.Si, Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selaku pembicara utama.
Mengawali acara tersebut, Dekan FIA UB Prof. Dr. Bambang Supriyono mengungkapkan bahwa bahasan kuliah tamu ini berakar dari mata kuliah Administrasi Pembangunan. Dalam mata kuliah tersebut, ada masalah-masalah yang berpotensi menghambat administrasi pembangunan, salah satunya adalah bencana alam yang termasuk dalam kelompok hambatan fisik. Dekan berharap kuliah tamu ini dapat memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang manajemen bencana di Indonesia. “Mohon nanti Bapak Hendro menjelaskan manakah muatan yang lebih dominan dalam proses manajemen bencana, apakah muatan politis, ekonomis, atau teknis,” ujarnya.
Sementara itu, Hendro mengungkapkan bahwa dalam praktiknya di lapangan, masih banyak terdapat masalah administratif antara pusat dan daerah yang menghambat proses penanggulangan bencana di Indonesia. Menurutnya, struktur birokrasi pemerintahan Indonesia masih menganut “Manajemen Karambol”, yakni terlalu panjangnya garis birokrasi yang harus dilalui untuk satu kegiatan penanggulangan bencana. “Akibatnya, ketika terjadi bencana di daerah, BNPB tidak bisa langsung meminta BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah, red.) untuk melakukan aksi penyelamatan karena dana yang akan digunakan harus mendapat ijin gubernur terlebih dahulu,” keluhnya.
Meski demikian, lanjut Hendro, penanggulangan bencana Indonesia mendapat apresiasi yang positif dari banyak negara lain. Ketika terjadi erupsi Gunung Kelud, sebanyak 90.000 orang yang terdampak dan berakibat pada penutupan 6 bandara. Akan tetapi, saat itu BNPB berhasil mengevakuasi 60.000 orang hanya dalam waktu kurang dari 2 jam. “Banyak negara ingin mengetahui rahasia keberhasilan kami, di antaranya Jepang dan Swiss, hingga kami banyak menerima undangan dari mereka untuk menceritakan keberhasilan tersebut,” ujarnya.
Kegiatan kuliah tamu ini merupakan salah satu bentuk kerjasama yang terjalin antara FIA UB dan BNPB. Apalagi, Hendro Wardono adalah alumni FIA UB sejak masih berkuliah S1. (ALA/FIA)