Texts
STUDI KOMPARASI TPS 3R DALAM PERSPEKTIF GOOD ENVIROMENTAL GOVERNANCE : Suatu studi di Kelurahan Temas dan Kelurahan Dadaprejo Kota Batu Jawa Timur
RINGKASAN
Muhammad Wahyu Prasetyo Adi, Program Magister Ilmu Administrasi Publik,
Fakultas Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang. Studi komparasi
TPS 3R dalam perspektif good environtmental governance (suatu studi di
Kelurahan Temas dan Kelurahan Dadaprejo Kota Batu Jawa Timur). Komisi
Pembimbing, Ketua : Dr. rer. pol. Romy Hermawan, S.Sos., M.AP. Anggota : Dr. Mardiyon, MPA
Sejak terjadinya gejolak internal dilingkungan Kota Batu, terkhusus resistensi
masyarakat desa tlekung atas kebijakan pemerintah yang pasang surut telah
mendorong terjadinya rekonstruksi ulang dalam menjawab segala tantangan yang
berarti. Tata kelola sampah dilingkungan Kota Batu menjadi atensi yang sejauh ini
belum memberikan konsekuensi konkret, akibatnya kondisi ini memaksa
pemerintah memproduksi kebijakan baru yang lebih mendekatkan masyarakat
secara umum untuk terlibat didalamnya. Kebijakan yang bernama Surat Edaran
Walikota nomor 660/2404/422.110/2023 tentang optimalisasi pengelolaan sampah
melalui tempat pengelolaan sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Kota
Batu per-tanggal 15 Agustus 2023, dan dijustifikasi melalui Surat Edaran Wali Kota
Batu nomor 660/2470/422.110/2023 tentang pilah dan kelola sampah dari
sumbernya (Rumah tangga, Pelaku usaha dan Perkantoran) di Kota Batu per
tanggal 23 Agustus tahun 2023 telah menyepakati terjadi pengelolaan secara
massif. Akar masyarakat dipaksa melakukan pengelolaan sampah secara
terintegrasi melalui panel – panel Kelurahan atau Desa masing – masing.
Perjalanan ini kemudian membawa TPS 3R Temas Sae berdaya saing lebih
unggul dalam beberapa waktu awal diresmikan kebijakan, kondisi ini berbeda
dengan TPS 3R Dadaprejo yang tidak mampu menjalankan makna kebijakan.
Terdapat kemampuan konstruktif yang dinahkodai TPS 3R Temas Sae maupun
TPS 3R Dadaprejo dalam menerjemahkan sistem pengelolaan, diantaranya
kemampuan interaksi multi level, internalisasi kebijakan dan pembangunan
berkelanjutan atau SDGs, artinya ketiga bentuk garis besar ini menodai setiap
gerakan untuk mempu menjawab segala tantangan operasional.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Dalam
memfokuskan sebuah masalah penelitian, tulisan ini telah memetakan menjadi
beberapa indikator dari tiga kebutuhan utama. Diantaranya pertama terkait
interaksi multi level yang memiliki tiga indikator besar diantaranya 1) Distribusi
kewenangan, 2) Koordinasi antar tingkat pemerintahan, 3) Partisipasi aktor non
negara, dan 4) Kapasitas kelembagaan. Fokus kedua terkait internalisasi
kebijakan dalam pengayaannya juga telah disinggung menjadi beberapa indikator
penting, bagian indikatornya diantaranya 1) Tingkat Pemahaman Aktor Lokal
terhadap Kebijakan, 2) Keterlibatan Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan, 3)
Konsistensi antara Kebijakan Formal dan Praktik di Lapangan, selanjutnya terkait
Pembangunan berkelanjutan atau SDGs telah lama menjadi atensi paling tepat
dalam merepresentasikan pengelolaan sampah. Maka dari itu terbagi menjadi
beberapa indikator yang sesuai dengan pembatasan penelitian daripada tujuan
adanya penelitian itu dilaksanakan, diantaranya 1) SDG 11: Kota dan Pemukiman
yang berkelanjutan, 2) SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab,
3) SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim.
Setelahnya menjawab beberapa tiga fokus diatas, penelitian ini juga memberikan
fokus terhadap faktor pendukung dan faktor penghambat. Ini sebagai konsekuensi
dari menganalisis sebuah penelitian. Fokus dari pada faktor pendukung serta
penghambat, yang pertama terkait interaksi multi level memiliki beberapa indikator
faktor pendukung diantaranya 1) adanya forum komunikasi rutin (musrenbang), 2)
Kesamaan visi antar level pemerintahan, kemudian untuk faktor penghambat
daripada interaksi multi level yaitu 1) Ego sektoral antar instansi, 2) Lemahnya
penegakan aturan dan sanksi bagi pihak yang tidak berpartisipasi. Fokus
berikutnya, sebagai konsekuensi dari Internalisasi Kebijakan dalam konteks Faktor
Pendukung diantaranya, 1) Edukasi dan sosialisasi kebijakan yang masif, 2)
Penyuluhan dan pendampingan berkelanjutan, kemudian disisi Faktor
Penghambat 1) Rendahnya literasi lingkungan dan kebijakan di masyarakat.
Selanjutnya bagian terakhir terkait Suistanable Developments Goals, yang
memiliki beberapa Faktor Pendukung diantaranya 1) Tersedianya alat pengolah di
TPS 3R/TPST, 2) Kesadaran warga untuk memilah sampah dari rumah. Dan
memiliki sisi faktor penghambat, 1) Penjualan produk yang tidak terwadahi, 2)
Terbatasnya SDM dalam operasional. Beberapa fokus diatas telah terpetakan
sebagaimana temuan literatur. Dengan teknik penelitian wawancara mendalam
beserta 20 informan dari akumulasi TPS 3R Temas Sae dan TPS 3R Dadaprejo.
Hasil penelitian terbagi menjadi beberapa temuan, pertama dalam konteks
interaksi multi level. TPS 3R Temas Sae telah menginisiasi sebelum terciptanya
kebijakan pemerintah daerah. Inisiasi ini dilakukan dengan oriental, dalam
perjalanan pemerintah merumuskan kebijakan untuk seluruh desa dan kelurahan,
TPS 3R Temas Sae menggali informasi sehingga kebutuhan dalam melakukan
pengelolaan sampah telah tersampaiakan lebih dahulu kepada masyarakat
setempat. Berbeda dengan TPS 3R Dadaprejo yang tidak sampai tahapan ini.
Artinya interaksi dalam prosesnya lebih baik dilingkungan TPS 3R Temas Sae
secara umum, dalam proses pengejawantahan atas indikator lainnya yang terbagi
menjadi tiga yaitu distribusi kekuasaan dan kewenangan antar tingkat
pemerintahan bahwa TPS 3R Temas Sae dan TPS 3R Dadaprejo tidak membatasi
jika terdapat pengelolaan seara sepihak dari lingkungan masyarakat. Setelahnyam
koordinasi dan kolaborasi telah terlaksana, bahwa hal ini untuk memastikan
tenaga kerja yang kurang dapat diisi oleh jajaran pemerintahan setempat.
Partisipasi non negara, TPS 3R Temas Sae memproyeksikan dengan unilever
sedangkan TPS 3R Dadaprejo belum ada, dan dititik akhir kapasitas kelembagaan
memiliki sistem yang kontras. TPS 3R Temas Sae memastikan kreatifitas dari
SDM sedangkan TPS 3R Dadaprejo belum seutuhnya, hal ini berkorelasi atas hasil
olahan yang relatif variatif oleh TPS 3R Temas Sae. Dari beberapa indikator diatas,
TPS 3R Temas Sae memiliki siklus yang lebih unggul dalam menjawab kebutuhan
utama interaksi dengan berbagai aktor, meskipun demikian good environmental
governance masih belum dapat tersampaikan dengan maksimal dikedua tempat.
Internalisasi kebijakan sebagai konsekuensi berikutnya atas kerangka penelitian
ini, tingkat pemahman aktor lokal terhadap kebijakan tertuang dengan cukup.
Enam bulan pertama TPS 3R Temas Sae masyarakat sekitar cukup paham,
sedangkan berbalik dengan TPS 3R Dadaprejo setelah estimasi mendekati satu
tahun menjadi lebih baik. Keterlibatan masyarakat relatif, artinya TPS 3R Temas
Sae dan TPS 3R Dadaprejo masih tidak seutuhnya dapat mengikuti arus kebijakan
pemerintah daerah. TPS 3R Temas Sae dan TPS 3R Dadaprejo
merepresentasikan melalui KSM sebagai pengelola internal sedangkan
konsistensi antara kebijakan dan praktik juga relatif pasang surut. Saat kebijakan
bottom up terlaksana konsistensi tidak sederas diinginkan karena harus
mengajukan ke struktur birokrasi yang lebih tinggi. Sedangkan TPS 3R Dadaprejo
semakin kuat situs indikator ini karena adanya distribusi bantuan alat dari
pemerintah daerah incenerator gas. Dari pertemuan komprasi ini, TPS 3R Temas
Sae dan TPS 3R Dadaprejo masih mengalami cukup dalam menciptakan
internalisasi kebijakan, disaat kebutuhan utama dari aturan hukum sebagai
konsekuensi good environmental governance wajib disampaikan untuk menguji
pengelolaan yang baik dan tepat diranah masyarakat desa dan kelurahan.
Kemudian dalam ranah SDGs atau pembangunan berkelanjutan. TPS 3R Temas
Sae dan TPS 3R Dadaprejo telah merepresentasikan menjadi beberapa indikator,
diantaranya SDG 11 yang mengakomodasi kota dan pemukiman berkelanjutan.
Pengejawantahan SDGs dalam pengelolaan sampah di TPS 3R Temas Sae
maupun TPS 3R Dadaprejo dari indikator Kota dan Pemukiman yang
berkelanjutan berjalan dengan efektif. Memulai pemanfaatan TPS yang
sebelumnya tidak memiliki potensi sebagai tempat pengelolah sampah terpadu 3R
terkhusus di Temas. Kemudian, TPS 3R Dadaprejo lebih mengembangkan. Ruang
lain dalam meningkatkan SDG 11 SDGs melalui pemanfaatan digital, whatsapp
grup menjadi pilihan paling mudah. Sedangkan TPS 3R Dadaprejo memainkan
lebih inovatif dengan membuat aplikasi bernama SI PAPAH yang
mengintegrasikan seluruh informasi terkait dinamika pengelolaan sampah.
Setelahnya, SDG 12 dalam mempertanggung jawabkan siklus produksi terlaksana
dengan baik pula, terkhusus membuat sampah menjadi olahan seperti maggot,
bahkan menyentuh cairan fermentasi khusus TPS 3R Temas Sae. Sedangkan
TPS 3R Dadaprejo membentuk JUMOD atau juglangan modern yang berpotensi
untuk mereduksi sampah organik disetiap RT dengan total 72. SDG 13 atas
perubahan iklim juga relevan didalamnya, mengubah pengolahan yang
sebelumnya dibakar untuk dipilah dan dimanfaatkan ulang. Untuk menekan siklus
pembakaran yang berpotensi merusak iklim sekitar.
Rekomendasi selanjutnya dalam tataran praktis atas beberapa temuan yang tidak
memuaskan adalah memberikan penegasan dari menciptakan pola penegakan
kebijakan. Pemerintah perlu memastikan sinergi tata kelola sampah dapat
berkonsekuensi baik. Selain itu, menciptakan pengelolaan yang governance perlu
menginternalisasikan aktor lain untuk memastikan kekuatan yang sepadan dari
tata kelola sampah. Karena melalui banyak aktor, distribusi kewenangan dan
kekhususan pengolahan sampah menjadi mudah terpetakan. Untuk rekomendasi
akademik, penelitian ini menyarankan untuk melaksanakan penelitian lanjutan
dalam proses satu tahun kedepan, artinya mengetahui dinamika yang ada setelah
dilaksanakannya penelitian ini yang masih menginjak satu tahun kebelakang dari
implementasi kebijakan. selain itu, memastikan indikator penelitian tidak beririsan
dengan indikator yang telah diangkat oleh penelitian ini. Karena berpotensi tidak
menciptakan kebaruan yang utopis.
SUMMARY
Muhammad Wahyu Prasetyo Adi, Master of Public Administration Program,
Faculty of Public Administration, Universitas Brawijaya Malang. Comparative study
of TPS 3R in the perspective of good environmental governance (a study in Temas
Village and Dadaprejo Village, Batu City, East Java). Supervisory Commission,
Chairman: Dr. rer. pol. Romy Hermawan, S.Sos., M.AP. Member: Dr. Mardiyon, MPA
After answering some of the three focuses above, this research also focuses on
supporting factors and inhibiting factors. This is a consequence of analyzing a
study. The focus of the supporting and inhibiting factors, the first related to multi
level interactions, has several supporting factor indicators including 1) the
existence of a routine communication forum (musrenbang), 2) Similarity of vision
between levels of government, then for inhibiting factors of multi-level interaction,
namely 1) Sectoral ego between agencies, 2) Weak enforcement of rules and
sanctions for those who do not participate. The next focus, as a consequence of
Policy Internalization in the context of Supporting Factors include, 1) Massive
education and socialization of policies, 2) Continuous counseling and mentoring,
then on the inhibiting factor side 1) Low environmental literacy and policies in the
community. Furthermore, the last section is related to the Suistanable
Developments Goals, which has several Supporting Factors including 1)
Availability of processing equipment at TPS 3R / TPST, 2) Residents' awareness
to sort waste from home. And has a side of inhibiting factors, 1) Unorganized
product sales, 2) Limited human resources in operations. Some of the above
focuses have been mapped as literature findings. With in-depth interview research
techniques along with 20 informants from the accumulation of TPS 3R Temas Sae
and TPS 3R Dadaprejo.
The research results are divided into several findings, first in the context of multi
level interactions. TPS 3R Temas Sae has initiated before the creation of local
government policy. This initiation was carried out with oriental, on the way the
government formulated policies for all villages and sub-districts, TPS 3R Temas
Sae dug up information so that the need to carry out waste management was
conveyed to the local community in advance. In contrast to TPS 3R Dadaprejo
which did not reach this stage. This means that interaction in the process is better
within TPS 3R Temas Sae in general, in the process of embodying other indicators
which are divided into three, namely the distribution of power and authority
between levels of government that TPS 3R Temas Sae and TPS 3R Dadaprejo do
not limit if there is unilateral management from the community environment. After
coordination and collaboration have been carried out, that this is to ensure that the
lack of labor can be filled by the ranks of local government. Non-state participation,
TPS 3R Temas Sae projects with unilever while TPS 3R Dadaprejo does not yet
exist, and at the end point institutional capacity has a contrasting system. TPS 3R
Temas Sae ensures the creativity of human resources while TPS 3R Dadaprejo is
not as complete, this correlates to the relatively varied processed results by TPS
3R Temas Sae. Of the several indicators above, TPS 3R Temas Sae has a
superior cycle in answering the main needs of interaction with various actors, even
so good environmental governance still cannot be conveyed optimally in both places.
Policy internalization as the next consequence of this research framework, the
level of understanding of local actors of the policy is sufficiently contained. In the
first six months of TPS 3R Temas Sae, the surrounding community understood
quite well, while in contrast to TPS 3R Dadaprejo after an estimated close to a year
it became better. Community involvement is relative, meaning that TPS 3R Temas
Sae and TPS 3R Dadaprejo still cannot fully follow the flow of local government
policies. TPS 3R Temas Sae and TPS 3R Dadaprejo represent through KSM as
internal managers while the consistency between policy and practice is also
relatively up and down. When bottom-up policies are implemented, consistency is
not as hard as desired because it must be submitted to higher bureaucratic
structures. While TPS 3R Dadaprejo is getting stronger in this indicator site
because of the distribution of equipment assistance from the local government gas
incenerator. From this comparison meeting, TPS 3R Temas Sae and TPS 3R
Dadaprejo still experience enough in creating policy internalization, when the main
needs of the rule of law as a consequence of good environmental governance must
be delivered to test good and proper management in the realm of village and
kelurahan communities. Then in the realm of SDGs or sustainable development.
TPS 3R Temas Sae and TPS 3R Dadaprejo have represented several indicators,
including SDG 11 which accommodates sustainable cities and settlements.
The embodiment of the SDGs in waste management at TPS 3R Temas Sae and
TPS 3R Dadaprejo from the Sustainable Cities and Settlements indicator is running
effectively. Starting the utilization of TPS which previously did not have the
potential as an integrated 3R waste management site, especially in Temas. Then,
TPS 3R Dadaprejo developed more. Another space in improving SDG 11 SDGs
through digital utilization, whatsapp groups are the easiest choice. While TPS 3R
Dadaprejo plays more innovatively by creating an application called SI PAPAH
which integrates all information related to the dynamics of waste management.
After that, SDG 12 in taking responsibility for the production cycle is also well
implemented, specifically making waste into preparations such as maggot, even
touching the special fermentation liquid of TPS 3R Temas Sae. Meanwhile, TPS
3R Dadaprejo formed JUMOD or modern juglangan which has the potential to
reduce organic waste in each RT with a total of 72. SDG 13 on climate change is
also relevant in it, changing the processing that was previously burned to be sorted
and reused. To reduce the combustion cycle that has the potential to damage the
surrounding climate.
The next recommendation at a practical level for some unsatisfactory findings is to
provide affirmation from creating policy enforcement patterns. The government
needs to ensure that the synergy of waste governance can have good
consequences. In addition, creating governance management needs to internalize
other actors to ensure the commensurate power of waste governance. Because
through many actors, the distribution of authority and specificity of waste
management is easily mapped. For academic recommendations, this research
suggests carrying out further research in the process of one year ahead, meaning
that knowing the dynamics that exist after the implementation of this research
which is still one year behind the implementation of the policy. in addition, ensuring
that research indicators do not overlap with indicators that have been raised by this
research. Because it has the potential not to create utopian novelty.
| 2025155 | TES 658,4 ADI s 2025 K1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Terapan dan Teknologi) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain