Texts
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA SEKTOR PUBLIK DALAM PERSPEKTIF KNOWLEDGE MANAGEMENT Studi pada Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Pemanis dan Serat Kabupaten Malang
RINGKASAN
Selma Kendida Arsy. Program Magister Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Strategi Peningkatan Kinerja Sektor
Publik Dalam Perspektif Knowledge Management (Studi pada Balai Pengujian
Standar Instrumen Tanaman Pemanis dan Serat Kabupaten Malang). Komisi
Pembimbing: Ketua: Prof. Dr. Bambang Supriyono., Msi. Anggota: I Gede Eko
Putra Sri Sentanu, S.AP., M.AP., Ph.D
Transformasi organisasi sektor publik menuntut peningkatan kinerja yang lebih
adaptif dan inovatif. Perubahan fungsi Balai Pengujian Standar Instrumen
Tanaman Pemanis dan Serat (BSIP TAS) dari lembaga penelitian menjadi lembaga
standarisasi menghadirkan tantangan dalam manajemen pengetahuan
(knowledge management), terutama terkait dengan penyesuaian pemahaman
pegawai terhadap tugas dan fungsi baru. Perubahan ini mengakibatkan
ketidakseimbangan pemahaman pegawai, serta kehilangan pengetahuan akibat
mutasi dan pensiun pegawai, yang belum terdokumentasi secara sistematis. Oleh
karena itu, strategi knowledge management menjadi solusi utama dalam
mempertahankan dan meningkatkan kinerja organisasi agar lebih efisien dan
berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi peningkatan
kinerja BSIP TAS dalam penyelenggaraan pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN)
dalam perspektif knowledge management, serta menganalisis peningkatan kinerja
tersebut dan kendala yang dihadapi dalam implementasi strategi tersebut
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Fokus penelitian diarahkan untuk menjawab rumusan masalah, sebagai
berikut yaitu, (1) Strategi peningkatan kinerja BSIP TAS dalam penyelenggaraan
pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam perspektif knowledge management,
berdasarkan teori Dalkir (2011), yang mencakup tahapan knowledge audit, gap
analysis, strategy road map; (2) Peningkatan kinerja BSIP TAS dalam
penyelenggaraan pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam perspektif
knowledge management dilihat dari tiga level utama menurut Dalkir (2011) yaitu
level individu, kelompok atau groub, dan organisasi; (3) Penelitian ini juga
mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam strategi peningkatan kinerja BSIP
TAS pada penyelenggaraan pelatihan. kemudian, teknik pengumpulan data,
menggunakan observasi (pengamatan), wawancara (interview) mendalam atau in
depth interiview, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSIP TAS telah menerapkan strategi
knowledge management, namun masih menghadapi kendala dalam
mendistribusikan dan mendokumentasikan pengetahuan secara sistematis. Pada
tahap knowledge audit, ditemukan bahwa kebutuhan utama organisasi adalah
pengetahuan mengenai standarisasi tanaman pemanis dan serat hal ini sejalan
dengan perubahan tugas dan fungsi organisasi. Dimana mayoritas pegawai masih
memiliki pemahaman yang terbatas dalam bidang ini. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, BSIP TAS menyelenggarakan pelatihan berbasis
kebutuhan, dengan menghadirkan narasumber dari universitas dan praktisi.
Pada tahap gap analysis, ditemukan bahwa pegawai lebih familiar dengan tugas
lama yang berfokus pada penelitian, sementara tugas baru menuntut pemahaman
mendalam tentang standarisasi instrumen pertanian. Untuk menjembatani
kesenjangan ini, BSIP TAS menyusun daftar prioritas pelatihan, yang berdampak
pada peningkatan jumlah produk instrumen pertanian terstandar dengan
pencapaian target. Pada tahap strategy road map, ditemukan bahwa pada awal
masa transisi, BSIP TAS belum memiliki strategi terencana, sehingga pelatihan
dilakukan secara reaktif. Namun, setelah menghadapi kendala, organisasi mulai
merancang strategi jangka panjang yang mencakup penyusunan anggaran,
analisis risiko, dan mentoring pegawai.
Peningkatan kinerja penyelenggaraan pelatihan dalam perspektif knowledge
management dapat dianalisis pada tiga level utama organisasi. Pada level
individu, pelatihan yang diselenggarakan bertujuan meningkatkan keterampilan
pegawai, yang efektivitasnya dinilai melalui lembar evaluasi kinerja oleh atasan.
Pada level kelompok, knowledge management telah mendorong kolaborasi
antarpegawai melalui mentoring peer-to-peer, di mana pegawai yang telah
mengikuti pelatihan membimbing rekan lainnya dalam menyelesaikan tugas.
Namun, mentoring ini masih berlangsung secara informal. Selanjutnya, juga
terdapat kolaborasi antara BSIP TAS dengan Kebun Percobaan Muktiharjo dalam
penelitian dan pengembangan bibit. Pada level organisasi, knowledge
management berdampak pada peningkatan efisiensi kerja dan percepatan
penyelesaian masalah, terutama dalam penyebaran best practices. Penerapan
knowledge management juga telah berkontribusi terhadap pencapaian target
organisasi, seperti peningkatan pemanfaatan hasil penelitian sebesar 145% dari
target, peningkatan nilai Pembangunan Zona Integritas (ZI) mencapai 103,90%,
serta optimalisasi penggunaan anggaran dengan pencapaian 100,83% dari target.
Meskipun demikian, BSIP TAS masih menghadapi berbagai kendala dalam
strategi peningkatan kinerja penyelenggaraan pelatihan. Pada level individu,
tekanan pekerjaan dan keterbatasan waktu menjadi hambatan utama dalam
penyebarluasan knowledge. Pada level kelompok, kurangnya koordinasi antara
bagian SDM dan Tata Usaha menyebabkan miskomunikasi serta ketidakteraturan
dalam penyelenggaraan pelatihan. Sementara itu, pada level organisasi,
perubahan kelembagaan yang mendadak menciptakan ketidakpastian dalam
pelaksanaan tugas, sehingga pegawai lebih berfokus pada adaptasi dibandingkan
berbagi knowledge. Selain itu, tidak adanya mekanisme sistematis dalam
dokumentasi knowledge menyebabkan kesulitan dalam transfer knowledge
antarpegawai, terutama bagi pegawai yang mengalami mutasi atau pensiun.
Sebagai rekomendasi, penelitian ini mengusulkan saran yang berfokus pada tiga
aspek utama. Pertama, pengembangan sistem knowledge management yang
lebih terstruktur, dengan membangun platform digital yang memungkinkan
pegawai mengakses materi pelatihan dan dokumentasi knowledge secara lebih
mudah. Kedua, pembuatan sistem arsip digital untuk menyimpan dan membagikan
dokumen penting, seperti laporan pelatihan dan prosedur kerja, agar lebih
terorganisir dan terdokumentasi secara formal. Ketiga, peningkatan koordinasi
antarunit kerja guna memastikan informasi mengenai pelatihan dan hasil
knowledge sharing dapat terintegrasi dengan baik. Selain itu, penyediaan waktu
khusus untuk sesi diskusi dan berbagi knowledge, seperti forum internal dan
diskusi rutin, diperlukan agar pegawai dapat lebih aktif dalam berbagi pengalaman
dan praktik terbaik. Model ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi
secara berkelanjutan dan mencegah kehilangan pengetahuan akibat mutasi dan
pensiun pegawai di masa mendatang
Kata Kunci: Knowledge Management, Strategi Organisasi, Transfer
Knowledge, Administrasi Publik.
SUMMARY
Selma Kendida Arsy. Master’s Program in Public Administration. Faculty of
Administrative Sciences, Universitas Brawijaya, Malang. Strategy for Improving
Public Sector Performance from the Perspective of Knowledge Management
(Study at the Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Pemanis dan Serat in
Malang Regency). Supervisory Committee: Chairperson: Prof. Dr. Bambang
Supriyono, M.Si. Member: I Gede Eko Putra Sri Sentanu, S.AP., M.AP., Ph.D.
The transformation of public sector organizations demands the enhancement of
more adaptive and innovative performance. The change in the function of the Balai
Pengujian Standar Instrumen Tanaman Pemanis dan Serat (BSIP TAS) from a
research institution to a standardization agency presents challenges in knowledge
management, particularly regarding employees’ adaptation to new tasks and
functions. This change has led to an imbalance in employees’ understanding and
the loss of knowledge due to employee transfers and retirements, which have not
been systematically documented. Therefore, a knowledge management strategy
becomes a key solution to maintain and improving organizational performance to
be more efficient and sustainable. This study aims to analyze the strategies for
improving the performance of BSIP TAS in organizing training for Aparatur Sipil
Negara (ASN) from a knowledge management perspective, as well as to analyze
the improvement in performance and the challenges faced in the implementation
of these strategies.
This study uses descriptive research with a qualitative approach. The focus of the
research is directed to answer the following research questions: (1) The strategy
for improving BSIP TAS performance in Aparatur Sipil Negara (ASN) training from
a knowledge management perspective, based on Dalkir’s (2011) theory, which
includes the stages of knowledge audit, gap analysis, and strategy road map; (2)
The improvement of BSIP TAS performance in organizing ASN training from a
knowledge management perspective, viewed from three main levels according to
Dalkir (2011), which are the individual, group, and organizational levels; (3) This
research also identifies obstacles faced in the strategy for improving BSIP TAS
performance in training organization. The data collection techniques used include
observation, in-depth interviews, and documentation.
The results of the study indicate that BSIP TAS has implemented a knowledge
management strategy but still faces challenges in systematically distributing and
documenting knowledge. In the knowledge audit stage, it was found that the main
organizational need is knowledge regarding the standardization of sweetener
plants and fibers, which aligns with the organizational change in tasks and
functions. The majority of employees still have a limited understanding in this field.
To address this issue, BSIP TAS organizes training based on needs, with resource
persons from universities and practitioners. Furthermore, in the gap analysis stage,
it was found that employees are more familiar with their old research-focused
tasks, while the new tasks require a deeper understanding of agricultural
instrument standardization. To bridge this gap, BSIP TAS has developed a priority
training list, which has led to an increase in the number of standardized agricultural
instrument products, achieving the set targets. In the strategy road map stage, it
was discovered that at the beginning of the transition period, BSIP TAS did not
have a planned strategy, so training was conducted reactively. However, after
encountering challenges, the organization began to design a long-term strategy
that included budgeting, risk analysis, and employee mentoring.
Furthermore, the improvement in training performance from a knowledge
management perspective can be analyzed at three main organizational levels. At
the individual level, the training provided aims to enhance employees’ skills, the
effectiveness of which is assessed through performance evaluation sheets by
supervisors. At the group level, knowledge management has encouraged
collaboration among employees through peer-to-peer mentoring, where
employees who have attended training guide their colleagues in completing tasks.
However, this mentoring is still informal. There is also collaboration between BSIP
TAS and Muktiharjo Experimental Garden in research and development of
seedlings. At the organizational level, knowledge management has impacted the
improvement of work efficiency and accelerated problem-solving, particularly in
disseminating best practices. The application of knowledge management has also
contributed to the achievement of organizational targets, such as a 145% increase
in the utilization of research results from the target, a 103.90% increase in Zona
Integritas (ZI) development, and optimal budget utilization, achieving 100.83% of
the target.
However, BSIP TAS still faces various obstacles in the strategy to improve training
performance. At the individual level, work pressure and limited time are the main
barriers to knowledge dissemination. At the group level, the lack of coordination
between the HR department and the administrative office causes
miscommunication and disorderliness in training organization. Meanwhile, at the
organizational level, sudden institutional changes have created uncertainty in task
implementation, causing employees to focus more on adaptation than on
knowledge sharing. In addition, the lack of a systematic knowledge documentation
mechanism has caused difficulties in knowledge transfer among employees,
especially those who have been transferred or retired.
As a recommendation, this study suggests focusing on three main aspects. First,
the development of a more structured knowledge management system by building
a digital platform that allows employees to access training materials and
knowledge documentation more easily. Second, the creation of a digital archiving
system to store and share important documents, such as training reports and work
procedures, to make them more organized and formally documented. Third,
improving coordination among work units to ensure that information about training
and knowledge sharing results can be well integrated. Additionally, providing
dedicated time for discussion and knowledge-sharing sessions, such as internal
forums and regular discussions, is necessary for employees to be more active in
knowledge sharing.
Keywords: Knowledge Management, Organizational Strategy, Knowledge
Transfer, Public Administration.
| 2025149 | TES 352,66 ARS s 2025 K1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Sosial) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain