Texts
Desentralisasi Dan Kapasitas Pemerintah Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Di Indonesia
Menurut teori demokrasi liberal dan teori pilihan publik desentralisasi mampu meningkatkan pembangunan daerah melalui perencanaan dan pengambilan keputusan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Sebaliknya, teori Marxist berargumen bahwa desentralisasi justru mengakibatkan adanya negara pada tingkat lokal. Dalam prakteknya ada negara yang berhasil mencapai kesejahteraan melalui desentralisasi namun ada juga negara yang malah semakin terpuruk. Di Kanada dan Spanyol, desentralisasi membantu menenangkan kelompok-kelompok yang terpecah belah dan menyatukan negara-negara ini (Faguet dan Poschl 2015: 6). Di Ethiopia, desentralisasi digunakan oleh pemerintah pusat untuk meredakan oposisi politik yang mengancam, memungkinkan penguasa untuk tetap berkuasa sementara partai-partai oposisi bersaing satu sama lain di tingkat subnasional (Green, 2011 dalam Faguet dan Poschl 2015: 7). Namun, Burki dkk (1999) dalam Sujarwoto (2015) menemukan bahwa desentralisasi telah mengancam kesehatan keuangan pemerintah pusat karena sebagian besar sumber-sumber keuangan dikuasai oleh pemerintah daerah, desentralisasi telah mendorong daerah yang kaya semakin kaya dan daerah yang miskin semakin miskin . Nugrahanto dan Muhyiddin (2008) dalam Arham (2014), menyatakan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan ketimpangan regional di Indonesia. Perdebatan para ilmuwan yang mendukung maupun menentang teori desentralisasi berujung pada konsensus mereka untuk menempatkan kapasitas pemerintah menjadi determinan penting menentukan keberhasilan atau kegagalan desentralisasi. Berdasarkan latarbelakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua rumusan masalah; (1) Apakah ada hubungan antara desentralisasi dan kapasitas pemerintah terhadap output dan outcome tujuan pembangunan (goal) sumber daya manusia? (2) Bagaimanakah kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia selama desentralisasi?
Penelitian ini menggunakan metode campuran atau mix method dengan metode paralel konvergen dimana masing-masing data baik kualitatif maupun kuantitatif dianalisis secara terpisah untuk melihat apakah temuan-temuan dari kedua analisis ini saling mengkonfirmasi atau tidak (Creswell, 2014:293). Pada metode kualitatif sumber data adalah dokumen berupa jurnal-jurnal terdahulu untuk pembahasan desentralisasi dan berita online untuk pembahasan kapasitas pemerintah menggunakan analisis kualitatif deskriptif dengan menganalisis isi dari dokumen. Pada metode kuantitatif sumber data berupa indeks pembangunan manusia, angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, serta indikator pembangunan lainnya yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia dianalisis menggunakan uji t perbedaan rata-rata dan model regresi linear.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi di Indonesia telah diikuti dengan perbaikan pada beberapa indikator pembangunan manusia yaitu: Indeks pembangunan manusia, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka. Indikator pendidikan yang mengalami perbaikan pasca desentralisasi adalah: angka partisipasi sekolah usia 7-12, 13-15, dan 16-18 tahun, angka partisipasi kasar SMP dan SMA, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf. Indikator pendidikan yang tidak mengalami perbaikan pasca desentralisasi adalah angka partisipasi sekolah usia 19-24 tahun, angka partisipasi kasar SD/MI dan perguruan tinggi. Berdasarkan model linear dapat disimpulkan bahwa indikator tujuan pembangunan sumber daya manusia (goal) dapat ditingkatkan melalui kapasitas output dan kapasitas outcome pemerintah.
Desentralisasi politik sudah berhasil dilaksanakan berupa pemilihan langsung kepala daerah namun efek negatif dari pemilihan langsung ini berupa politik uang dan dinasti, desentralisasi fiskal juga sudah dilakukan dengan baik oleh pemerintah pusat melalui tranfer fiskal yang sesuai dengan kebutuhan dan porsi penerimaan pajak oleh pemerintah daerah namun masih banyak pemerintah daerah yang belum mencapai kemandirian daerah, desentralisasi administrasi sudah dilaksanakan dengan baik berupa pemberian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah namun ditemukan praktik KKN dalam rekrutmen pegawai daerah yang berimbas pada rendahnya kualitas pelayanan publik di daerah. Kapasitas pemerintah pusat yang termasuk kedalam kategori baik hanya kapasitas distributif dan kapasitas kerjasama secara horizontal sedangkan kapasitas responsif, kerjasama secara vertikal, regulatif, dan ekstraktif termasuk kategori buruk. Pada pemerintah daerah hanya kapasitas kerjasama secara horizontal dalam satu pemerintahan yang termasuk dalam kategori baik sedangkan, kapasitas responsif, kerjasama secara vertikal antar pemerintah daerah, kerjasama secara vertikal, regulatif, distributif, dan ekstraktif termasuk kategori buruk.
Hasil penelitian ini menyarankan beberapa rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkat kapasitas pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. (1) Kapasitas pemerintah pusat dan daerah yang perlu dibenahi: (a) Kapasitas responsif, regulatif, dan kerjasama vertikal pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan evaluasi dari kebijakan alokasi 20% anggaran pendidikan diluar belanja pegawai melalui survei khusus hasil pendidikan sehingga dapat menghasilkan output pendidikan yang lebih bersaing. (b) Kapasitas ekstraktif, DIRJEN Pajak perlu proaktif mengumpulkan pajak karena rasio pajak Indonesia masih dibawah standar internasional (15% dari PDB) dan pemerintah daerah harus berusaha keras meningkatkan PAD melalui pemanfaatan potensi daerah berupa potensi agraris, kelautan maupun pariwisata. (c) Kapasitas jaringan dan kerjasama secara horizontal antar pemerintah daerah, perlunya regulasi pada wilayah perbatasan pemerintah daerah mengenai penerimaan peserta didik baru di sekolah yang berada dekat dengan batas wilayah sehingga calon peserta didik memiliki lebih banyak pilihan. (d) Kapasitas distributif, kondisi bias terhadap kelompok tertentu perlu diminimalisir dengan cara pemerataan pembangunan puskesmas yang harus ada di setiap kecamatan, dan dinas pendidikan perlu melakukan tindakan terhadap sekolah yang menolak siswa miskin. (2) Pemerintah perlu memberikan kesempatan yang lebih besar bagi penduduk usia 19-24 tahun untuk dapat melanjutkan pendidikan melalui beasiswa yang lebih banyak pada perguruan tinggi lokal. (3) Pada peningkatan indikator angka melek huruf perlunya pemerintah daerah khususnya wilayah provinsi gorontalo, sulawesi barat, dan papua mengevaluasi pelaksanaan program wajib belajar pada jenjang SD karena 3 provinsi tersebut adalah provinsi dengan angka partisipasi kasar SD terendah di wilayah timur Indonesia. Dalam usaha meningkatkan indikator Angka Harapan Hidup perlunya rekrutmen lebih banyak dokter.
202311 | TES 352.66 NUR d 2022 k.1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Sosial) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain