Texts
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESA PARIWISATA BERDASARKAN MODEL COLLABORATIVE GOVERNANCE PLUS MULTI HELIX (CGPMH) DI DESA WISATA PUJON KIDUL KABUPATEN MALANG
RINGKASAN
Fitriana, Annisa Nur, Program Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. 2024. Implementasi Kebijakan Desa Pariwisata Berdasarkan Model Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) Di Desa Wisata Pujon Kidul Kabupaten Malang; Ketua Komisi Pembimbing: Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA., Ph.D., Anggota Komisi Pembimbing: Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP., M.AP., MMG.
Pariwisata sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan infrastruktur, dan pertukaran budaya, serta mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan mendorong ekonomi lokal, kesadaran lingkungan, dan responsivitas budaya. Sektor pariwisata Indonesia, yang menduduki peringkat ke-32 secara global pada tahun 2022, berkontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi. Kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk memperkuat pariwisata, terutama dalam bentuk tata kelola kolaboratif atau Collaborative governance, di mana semua pihak terlibat dalam formulasi dan pelaksanaan kebijakan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, pemerintah memperkenalkan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap pengelolaan dan pemberdayaan desa. Undang-undang ini memulai fase baru dalam sejarah kebijakan tata kelola desa yang sedang berlangsung, mengubah posisi desa dari unit administratif dalam sistem top-down menjadi sebuah komunitas yang otonom. Diketahui bahwa Desa wisata Pujon Kidul adalah salah satu desa yang telah disetujui sejak tahun 2014 menjadi desa wisata di Kabupaten Malang dan terlibat dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan wisata pedesaan dengan memanfaatkan aktivitas alam terbuka yang unggul. Penelitian ini meneliti implementasi kebijakan desa wisata dengan menggunakan model Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) di Desa Wisata Pujon Kidul, Kabupaten Malang. Penelitian ini didasarkan pada teori implementasi kebijakan dari Grindle (1980), yang menekankan pentingnya konten kebijakan dan konteks implementasinya. Kebijakan pariwisata yang efektif melibatkan perencanaan partisipatif, kolaborasi lintas sektor, dan keterlibatan banyak pemangku kepentingan, termasuk badan pemerintah, komunitas lokal, akademisi, pelaku bisnis, dan media. Model CGPMH memfasilitasi keterlibatan strategis, motivasi bersama, dan kapasitas bersama di antara para pemangku kepentingan.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif sehingga dapat mendeskripsikan dengan lebih detail mengenai implementasi kebijakan desa wisata dengan model CGPMH di Desa Wisata Pujon Kidul. Jumlah narasumber dalam penelitian ini adalah 13 narasumber yang meliputi berbagai aktor diantaranya meliputi Kementerian Desa, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Kepala Desa dan Sekretaris Desa Pujon Kidul, Ketua POKDARWIS, Direktur BumDes, masyarakat setempat, BPD, BRI, akademisi, biro perjalanan, serta pihak media promosi desa.. Sumber data penelitian terdiri dari dari data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penelitian adalah peneliti, pedoman wawancara, dan perangkat penunjang penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) isi kebijakan Desa Wisata Pujon Kidul mencakup keselarasan antara kepentingan pihak pelaksana dan kelompok sasaran, yang telah mengurangi resistensi terhadap kebijakan, meskipun desa masih bergantung pada APBN dan belum sepenuhnya mandiri. Kebijakan ini memberikan manfaat positif, meskipun beberapa petani merasa terganggu oleh ramainya wisatawan. Target inovasi yang spesifik belum ada dalam waktu dekat, karena penurunan jumlah wisatawan dan Pendapatan Asli Desa (PAD) memerlukan strategi pemasaran dan revitalisasi potensi wisata. Wewenang pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah desa yang melibatkan berbagai aktor seperti BUMDes, POKDARWIS, dan BPD. Pelaksana program telah sesuai dengan amanat undang-undang, meski belum semua masyarakat memiliki kesadaran wisata. Sumber daya manusia diharapkan menjadi masyarakat sadar wisata, sementara sumber daya non-manusia telah didukung oleh CSR BRI dan dana dari APBN. 2) Lingkungan kebijakan menunjukkan bahwa kekuasaan dan kepentingan para aktor telah berjalan dengan baik, meskipun ada beberapa penolakan dari masyarakat. Untuk mengembalikan jumlah wisatawan seperti sebelum pandemi COVID-19, diperlukan peningkatan strategi pemasaran dan pengelolaan potensi desa. Lembaga-lembaga di Desa Pujon Kidul menunjukkan inklusivitas dalam pengambilan keputusan dengan keterlibatan berbagai aktor lokal, serta kemampuan adaptif dalam menghadapi tantangan. Namun, tingkat kepatuhan masyarakat masih perlu ditingkatkan, terutama dari petani yang merasa terganggu oleh kegiatan wisata. Pemerintah desa telah berupaya menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membagikan keuntungan dari sektor wisata kepada pihak yang terlibat. Proses Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) dalam implementasi kebijakan Desa Wisata Pujon Kidul melibatkan kerjasama lintas sektor yang memperkuat interaksi antar-aktor melalui prinsip-prinsip keterlibatan, pertukaran, dan komunikasi yang berkelanjutan. Kerjasama ini memungkinkan semua aktor merasa memiliki tanggung jawab bersama dan bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan keberlanjutan desa wisata. Meskipun kolaborasi menunjukkan efektivitas dalam pengambilan keputusan bersama, keterbatasan pengetahuan masyarakat masih menjadi tantangan, meskipun berbagai pelatihan dan pertukaran pengetahuan telah dilakukan oleh beberapa aktor yang terlibat.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Collaborative governance Plus Multi Helix, dan Desa Wisata.
SUMMARY
Fitriana, Annisa Nur, Master of Public Administration Program, Faculty of Administrative Science Brawijaya University. 2024. Implementation of Tourism Village Policy Based on the Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) Model in Pujon Kidul Tourism Village, Malang Regency; Chairman of the commission supervising: Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA., Ph.D Member of the commission supervising: Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP., M.AP., MMG.
Tourism is crucial for national economic growth, infrastructure development, and cultural exchange, and it also supports the Sustainable Development Goals (SDGs) by promoting local economies, environmental awareness, and cultural responsiveness. Indonesia's tourism sector, ranked 32nd globally in 2022, contributes significantly to economic development. Collaboration between the government and various stakeholders is required to strengthen tourism, especially in the form of collaborative governance, where all parties are involved in policy formulation and implementation. Based on Law No. 6 of 2014 concerning villages, the government introduced a more comprehensive approach to village management and empowerment. This law marks a new phase in the ongoing history of village governance policies, transforming villages from administrative units in a top-down system into autonomous communities. It is known that Pujon Kidul Tourism Village is one of the villages that has been designated as a tourism village in Malang Regency since 2014, involving various stakeholders in rural tourism development by leveraging superior outdoor activities. This study examines the implementation of tourism village policies using the Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) model in Pujon Kidul Tourism Village, Malang Regency. This study is based on Grindle's (1980) policy implementation theory, which emphasizes the importance of policy content and implementation context. Effective tourism policy involves participatory planning, cross-sectoral collaboration, and multi-stakeholder engagement, including government agencies, local communities, academics, business actors, and the media. The CGPMH model facilitates strategic engagement, shared motivation, and joint capacity among stakeholders.
This study uses a descriptive research design with a qualitative approach, allowing for a detailed description of the implementation of tourism village policies using the CGPMH model in Pujon Kidul Tourism Village. There are 13 informants involved, representing various actors including the Ministry of Village, Malang Regency Tourism and Culture Office, Head and Secretary of Pujon Kidul Village, POKDARWIS Chairperson, BumDes Director, local community, BPD, BRI, academics, travel agencies, and village promotion media. Data sources consist of primary and secondary data. Data collection techniques include interviews, observations, and documentation. The research instruments are the researcher, interview guidelines, and supporting research tools.
The results show that: 1) the content of Pujon Kidul Tourism Village policy includes the alignment between the interests of implementers and target groups, which has reduced resistance to the policy, although the village still relies on the state budget (APBN) and is not yet fully independent. The policy has provided positive benefits, although some farmers feel disturbed by the presence of tourists. There are no specific innovation targets in the near future, as the decline in the number of tourists and village-generated revenue (PAD) requires marketing
strategies and revitalization of tourism potential. Decision-making authority is carried out through village meetings involving various actors such as BUMDes, POKDARWIS, and BPD. Program implementers have complied with legal mandates, although not all residents have sufficient tourism awareness. Human resources are expected to become more tourism-conscious, while non-human resources have been supported by BRI's CSR and APBN funds. 2) The policy environment shows that the power and interests of actors have worked well, although there is some resistance from the community. To regain the number of tourists like before the COVID-19 pandemic, increased marketing strategies and management of village potential are needed. Institutions in Pujon Kidul Village demonstrate inclusiveness in decision-making by involving various local actors, as well as adaptive capacity in facing challenges. However, community compliance still needs to be improved, especially from farmers who feel disturbed by tourism activities. The village government has tried to create new jobs and distribute the benefits from the tourism sector to those involved. The process of Collaborative governance Plus Multi Helix (CGPMH) in the implementation of Pujon Kidul Tourism Village policy involves cross-sectoral cooperation that strengthens actor interaction through principles of engagement, exchange, and continuous communication. This collaboration allows all actors to feel a shared responsibility and work synergistically to achieve sustainable tourism village goals. Although the collaboration demonstrates effectiveness in joint decision-making, limited community knowledge remains a challenge, despite various training and knowledge exchanges conducted by several actors involved.
Keywords: Policy Implementation, Collaborative governance Plus Multi Helix, and Tourism Village
202501 | TES 915,98 FIT i 2024 K1 | Fadel Muhammad Resource Center (Sejarah, Biografi, Geografi) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain