Texts
KINERJA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANTAI NILAI PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS WASTE GOVERNANCE DI KABUPATEN PONOROGO
RINGKASAN
Johan Bhimo Sukoco, Program Doktor Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya, 2024. Kinerja Pemberdayaan Masyarakat
dalam Rantai Nilai Pengelolaan Sampah Berbasis Waste Governance di
Kabupaten Ponorogo. Promotor : Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D, Ko –
Promotor : Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si dan Dr. Mohammad Nuh, SIP, M.Si.
Perkembangan paradigma di Ilmu Administrasi Publik menempatkan
masyarakat sebagai salah satu aktor penting untuk diberdayakan dalam
pembangunan. Pemberdayaan masyarakat ini penting dilakukan, namun
seringkali masih dipandang sebagai kegiatan ad hoc belaka. Kondisi ini
menyebabkan masyarakat seringkali kesulitan dalam meningkatkan kapasitasnya.
Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan
sampah di Kabupaten Ponorogo, sehingga menimbulkan ketergantungan
terhadap pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendiskripsikan dan
menganalisis pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Ponorogo, (2) mendiskripsikan dan menganalisis rantai nilai pada
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Ponorogo,
(3) mendiskripsikan dan menganalisis Waste Governance pada pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Ponorogo, (4)
mendiskripsikan dan menganalisis kinerja pemberdayaan masyarakat dalam
rantai nilai pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten
Ponorogo, dan (5) menggambarkan model empiris dan merumuskan model
rekomendasi kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai nilai pengelolaan
sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Ponorogo, dengan pertimbangan
memiliki Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Indeks Kualitas Air (IKA)
yang jauh di bawah target pemerintah, dan lebih rendah dibandingkan daerah lain.
Selain itu, Kabupaten Ponorogo masih diliputi permasalahan kenaikan timbulan
sampah yang meningkat dari tahun ke tahun tanpa tidak diimbangi dengan
penanganan sampah yang baik. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ponorogo,
dengan memilih Kelurahan Paju, Desa Plosojenar, dan Desa Sambit secara
purposive area, dimana ketiganya memiliki fasilitas pengelolaan sampah berbasis
masyarakat yang masih menemui berbagai permasalahan dalam kinerja
pemberdayaan masyarakat, sehingga diharapkan dapat menggambarkan
fenomena penelitian ini dengan baik. Teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara, observasi, dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD). Teknik
penentuan informan menggunakan purposive sampling. Metode keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode, sedangkan analisis data
menggunakan model analisis kualitatif yang dikemukakan Creswell (2014) melalui
6 (enam) langkah, yaitu: mengorganisir data, membaca data, meng-coding data,
menerapkan proses coding data, mendiskripsikan data, dan interpretasi serta
pemaknaan data. Fokus penelitian ini, yaitu : (1) Pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Ponorogo, yang dilihat dari aspek-aspek
pemberdayaan menurut Barnes (2020), yaitu : Empowerment via Organization,
ix
Empowering Program Design, dan Empowering Relationship; (2) Rantai nilai pada
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Ponorogo,
yang dilihat dari aspek-aspek rantai nilai pengelolaan sampah menurut Jaligot, et
al (2016), yaitu: Connections, Waste Valorisation; dan Enabling Environment; (3)
Waste Governance pada pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah
di Kabupaten Ponorogo, yang dilihat dari aspek-aspek Waste Governance
menurut Woldesenbet (2021), yaitu: mendorong aktor untuk meningkatkan
kolaborasi dalam pengelolaan sampah secara lebih efisien, mengakomodir tata
kelola sampah dalam berbagai kepentingan, dan melembagakan tata kelola
sampah dalam agenda, adat, dan norma secara berkelanjutan; (4) Kinerja
pemberdayaan masyarakat dalam rantai nilai pengelolaan sampah berbasis
Waste Governance di Kabupaten Ponorogo, yang dilihat dari aspek-aspek kinerja
menurut Wijaya, et al (2020), meliputi: Input, Proses, Ouput, dan Outcome; dan
dielaborasikan dengan output pemberdayaan menurut Najiyati, et al., (2005),
meliputi : kesetaraan, partisipasi, keswadayaan, dan keberlanjutan; (5) Model
empirik dan model rekomendasi kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai
nilai pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo.
Hasil penelitian ini menunjukkan kinerja pemberdayaan masyarakat
dalam rantai nilai pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten
Ponorogo menemui sejumlah permasalahan. Pertama, pemberdayaan
masyarakat menemui permasalahan dalam Empowerment via Organizations,
Empowering Program Design, dan Empowering Relationships. Empowerment via
Organizations (pemberdayaan melalui organisasi) merupakan aspek penting
dalam pemberdayaan, dimana berkaitan dengan kapasitas organisasi dalam
mendukung pemberdayaan. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya kapasitas
fasilitas pengelolaan sampah berbasis masyarakat, seperti : Bank Sampah, TPS
3R, hingga Rumah Kompos. Empowering Program Design (desain program yang
memberdayakan) merupakan aspek yang berkaitan dengan pentingnya
perencanaan program pemberdayaan, namun hasil riset menunjukkan aspek
menemui kendala ketidaksesuaian program yang didesain dengan kebutuhan
masyarakat dan industri. Empowering Relationship (hubungan yang
memberdayakan) merupakan aspek yang berkaitan dengan pentingnya menjalin
hubungan yang harmonis antar aktor dalam proses pemberdayaan. Aspek ini
menemui permasalahan dari hubungan yang kurang harmonis antara aktor dan
konflik yang ditimbulkan.
Kedua, rantai nilai pengelolaan sampah masih menemui permasalahan
dalam Connections, Waste Valorisation; dan Enabling Environment. Connections
(koneksi) merupakan aspek yang mengkaji pentingnya keterkaitan antar aktor
dalam pengelolaan sampah. Hasil penelitian menunjukkan koneksi antara para
aktor yang belum terjalin dengan baik, bahkan menimbulkan konflik. Waste
Valorisation (kegiatan daur ulang) merupakan serangkaian kegiatan mengolah
sampah menjadi produk daur ulang yang memiliki nilai tambah untuk
dikomersialisasikan. Penelitian ini menunjukkan aspek ini belum optimal dilihat dari
kapasitas produksi yang tidak mampu melayani permintaan industri secara
kuantitas, meskipun masyarakat telah memanfaatkan pasokan bahan dari
lingkungan sekitar untuk bahan baku berbagai produk daur ulang. Enabling
Environment (lingkungan pendukung) merupakan lingkungan eksternal yang
dapat mendukung keberhasilan rantai nilai pengelolaan sampah. Hasil riset
menunjukkan aspek ini belum optimal, dimana produk yang dihasilkan masyarakat
masih terkendala perijinan usaha dan perijinan produk. Pemilahan sampah dari
sumbernya juga belum dilakukan masyarakat.
Ketiga, Waste Governance pada pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah di Kabupaten Ponorogo masih menemui permasalahan
dalam mendorong aktor untuk meningkatkan kolaborasi dalam pengelolaan
sampah secara lebih efisien, mengakomodir tata kelola sampah dalam berbagai
kepentingan, dan melembagakan tata kelola sampah dalam agenda, adat, dan
norma secara berkelanjutan. Aspek ini menemui kendala dalam mendorong aktor
untuk meningkatkan kolaborasi dalam pengelolaan sampah secara lebih efisien,
dimana peran masyarakat untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak
berkepentingan cukup rendah. Upaya mengakomodir tata kelola sampah dalam
berbagai kepentingan juga belum optimal dalam kepentingan bisnis, pendidikan,
dan lingkungan. Aspek melembagakan pengelolaan sampah dalam agenda, adat,
dan norma secara berkelanjutan diwujudkan dalam agenda Gerakan Jumat
Bersih, namun belum melibatkan masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya.
Keempat, kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai nilai
pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo, masih
menemui permasalahan dalam Input, Proses, Output, dan Outcome. Input dari
regulasi belum memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) cukup rendah secara
kualitas maupun kuantitas, serta rendahnya ketersediaan sarana, prasarana, dan
dana. Proses juga menemui permasalahan dalam aspek-aspek pemberdayaan,
rantai nilai pengelolaan sampah, Waste Governance, dan kinerja. Output belum
optimal dari rendahnya partisipasi masyarakat menjadi anggota organisasi. Kinerja
pemberdayaan juga masih menemui kendala dalam partisipasi, keswadayaan, dan
keberlanjutan, meskipun sudah tercipta kesetaraan. Aspek kesetaraan terwujud
dari kesetaraan antara masyarakat dengan fasilitator, dan tidak adanya
diskriminasi gender, namun demikian aspek keberlanjutan juga belum optimal dari
beberapa program yang tidak dilanjutkan. Aspek keswadayaan belum berjalan
dengan baik, mengingat kemandirian dalam keuangan hanya terwujud melalui
iuran kebersihan dari masyarakat, namun hasil penjualan produk daur ulang belum
mampu membiayai kegiatan operasional. Outcome juga belum optimal dalam Nilai
Ekonomi, dapat dilihat dari belum signifikannya kenaikan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), penurunan laju pertumbuhan ekonomi, dan penurunan
PDRB Per Kapita. Nilai Sosial terlihat dari terciptanya keakraban & interaksi
masyarakat melalui berbagai sarana fasilitas pengelolaan sampah berbasis
masyarakat, namun belum mampu mendorong peningkatan angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) secara signifikan. Nilai Lingkungan juga belum
optimal dari capaian Indeks Kualitas Air (IKA) dan Indeks Kinerja Lingkungan
Hidup (IKLH) yang rendah dan belum sesuai target pemerintah.
Kelima, model empiris kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai
nilai pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo
masih menemui sejumlah permasalahan di lapangan. Permasalahan ini ditemukan
dalam aspek pemberdayaan, rantai nilai, Waste Governance, dan kinerjanya.
Kondisi ini dapat menghambat kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai
nilai pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo.
Penelitian ini merumuskan model rekomendasi dengan menguatkan
aspek pemberdayaan, rantai nilai, Waste Governance, dan kinerja, untuk
mewujudkan pencapaian kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai nilai
pengelolaan sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo.
xi
Penelitian ini merekomendasikan beberapa aspek yang dapat mendorong
keberhasilan kinerja pemberdayaan masyarakat dalam rantai nilai pengelolaan
sampah berbasis Waste Governance di Kabupaten Ponorogo, meliputi :
Empowering Local Wisdom, Sales & Marketing, dan Mendorong kepemimpinan
lokal sebagai motor penggerak dalam tata kelola sampah. Pertama, Empowering
Local Wisdom, aspek ini berkaitan dengan kearifan lokal yang berpotensi
mendorong pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah, seperti:
Bersih Desa, Kerja Bakti, dan Gethok Tular. Kedua, Sales & Marketing, aspek ini
berkaitan dengan pentingnya penguatan penjualan dan pemasaran produk daur
ulang. Ketiga, mendorong kepemimpinan lokal sebagai motor penggerak dalam
tata kelola sampah. Aspek ini berkaitan dengan peran kepemimpinan lokal dan
tokoh masyarakat dalam menggerakkan berbagai fasilitas pengelolaan sampah
berbasis masyarakat.
Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sampah, rantai nilai, Waste
SUMMARY
Johan Bhimo Sukoco, Doctoral Program of Administration Science,
Faculty of Administration Science, Brawijaya University, 2024. Community
Empowerment Performance in The Waste Management Value Chain Based Waste
Governance in Ponorogo Regency. Supervisor : Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya,
MDA, Ph.D, Co – Supervisor : Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si dan Dr. Mohammad
Nuh, SIP, M.Si.
The development of paradigm in Public Administration Science puts
community as one of important actors needing to be empowered in the
administration of government. Nevertheless, community empowerment is
considered merely as an ad hoc activity, so that the community still find difficulties
in improving its capacity. It can be seen from the community’s poor ability of
managing wastes in Ponorogo Regency and thereby resulting in dependence on
the government. This research aims: (1) to describe and to analyze community
empowerment in waste management in Ponorogo Regency, (2) to describe and to
analyze value chain in community empowerment in waste management in
Ponorogo Regency, (3) to describe and to analyze Waste Governance in
community empowerment in waste management in Ponorogo Regency, (4) to
describe and to analyze the performance of community empowerment in the waste
management value chain based Waste Governance in Ponorogo Regency, and
(5) to depict empirical model and to formulate recommended model of community
empowerment performance in the waste management value chain based Waste
Governance in Ponorogo Regency.
This study employed a descriptive research type with a qualitative
approach. This research was located in Ponorogo Regency, considering that it has
an Environmental Quality Index (EQI) and Water Quality Index (WQI) which are far
below the government's target, and lower than other areas. Apart from that,
Ponorogo Regency is still plagued by the problem of increasing waste generation
which increases from year to year without being balanced by good waste
management. This research was conducted in Ponorogo Regency, by purposively
selecting Paju Village, Plosojenar Village, and Sambit Village, all three of which
have community-based waste management facilities that still encounter various
problems in community empowerment performance, so it is hoped that this
research phenomenon can be described well. Interview, observation,
documentation, and Focus Group Discussion (FGD) were used to collect data in
this research. Informants were selected using purposive sampling technique. Data
were validated using source and method triangulations, while data analysis was
conducted using a qualitative analysis method suggested by Creswell (2014),
through 6 (six) steps, namely: organizing data, reading data, coding data, applying
the data coding process, describing data, and interpreting and meaning of data.
The focus of this research is: (1) Community empowerment in waste management
in Ponorogo Regency, which is seen from the aspects of empowerment according
to Barnes (2020), namely: Empowerment via Organization, Empowering Program
Design, and Empowering Relationship; (2) The value chain for community
empowerment in waste management in Ponorogo Regency, which is seen from
the aspects of the waste management value chain according to Jaligot, et al
(2016), namely: Connections, Waste Valorisation; and Enabling Environment; (3)
Waste Governance on community empowerment in waste management in
Ponorogo Regency, which is seen from the aspects of Waste Governance
according to Woldesenbet (2021), namely: collaboration between actors,
commodification of waste management in various interests, and institutionalization
of waste governance on the agenda , customs and norms in a sustainable manner;
(4) Community empowerment performance in the Waste Governance-based waste
management value chain in Ponorogo Regency, which is seen from performance
aspects according to Wijaya, et al (2020), including: Input, Process, Output and
Outcome, and elaborated with empowerment outputs according to Najiyati, et al.,
(2005), including: equality, participation, self-reliance and sustainability; (5)
Empirical model and recommendation model for community empowerment
performance in the Waste Governance-based waste management value chain in
Ponorogo Regency.
The results of this research show that the performance of community
empowerment in the Waste Governance-based waste management value chain in
Ponorogo Regency encountered a number of problems. Firstly, community
empowerment encounters problems in Empowerment via Organizations,
Empowering Program Design, and Empowering Relationships. Empowerment via
Organizations is an important aspect of empowerment, which is related to the
organization's capacity to support empowerment. The research results show the
low capacity of community-based waste management facilities, such as: Waste
Bank, TPS 3R, and Compost House. Empowering Program Design is an aspect
related to the importance of planning empowerment programs, but the research
results show that this aspect encounters problems with the program being
designed to meet the needs of society and industry. Empowering Relationship is
an aspect related to the importance of establishing harmonious relationships
between actors in the empowerment process. This aspect encounters problems
from less than harmonious relationships between actors and the resulting conflicts.
Secondly, the waste management value chain still faces problems in
Connections, Waste Valorisation; and Enabling Environment. Connections is an
aspect that examines the importance of relationships between actors in waste
management. The research results show that connections between actors have
not been established well, and have even led to conflict. Waste Valorisation
(recycling activities) is a series of activities to process waste into recycled products
that have added value for commercialization. This research shows that this aspect
is not yet optimal, seen from the production capacity which is unable to serve
industrial demand in quantity, even though the community has utilized the supply
of materials from the surrounding environment as raw materials for various
recycled products. Enabling Environment is an external environment that can
support the success of the waste management value chain. The research results
show that this aspect is not yet optimal, where the products produced by the
community are still hampered by business permits and product permits. The
community has not yet segregated waste from its source.
Thirdly, Waste Governance in empowering communities in waste
management in Ponorogo Regency still encounters problems in encouraging
actors to increase collaboration in waste management more efficiently,
accommodate waste management in various interests, and institutionalize waste
management in agendas, customs and norms in an integrated manner.
xiv
sustainable. This aspect encounters obstacles in encouraging actors to increase
collaboration in waste management more efficiently, where the role of the
community in collaborating with interested parties is quite low. Efforts to
accommodate waste management in various interests are also not optimal in
business, education and environmental interests. The aspect of institutionalizing
waste management in sustainable agendas, customs and norms is realized in the
agenda of the Clean Friday Movement, but has not yet involved the community
and other interested parties.
Fourthly, the performance of community empowerment in the Waste
Governance-based waste management value chain in Ponorogo Regency still
encounters problems in Input, Process, Output and Outcome. Input from
regulations is inadequate, Human Resources (HR) are quite low in quality and
quantity, and the availability of facilities, infrastructure and funds is low. The
process also encountered problems in aspects of empowerment, waste
management value chain, Waste Governance, and performance. The output is not
optimal from the low level of community participation in becoming members of the
organization. Empowerment performance also still faces obstacles in participation,
self-sufficiency and sustainability, even though equality has been created. The
equality aspect is realized from equality between the community and facilitators,
and the absence of gender discrimination, however, the sustainability aspect is
also not optimal due to several programs that are not continued. The aspect of selfsufficiency has not gone well, considering that financial independence is only
realized through cleaning contributions from the community, but the proceeds from
sales of recycled products have not been able to finance operational activities.
Outcomes are also not optimal in terms of economic value, which can be seen from
the insignificant increase in Gross Regional Domestic Product (GRDP), the decline
in the rate of economic growth, and the decline in GDP per capita. Social Value
can be seen from creating closeness & community interaction through various
community-based waste management facilities, but it has not been able to
encourage a significant increase in the Human Development Index (HDI) figures.
The environmental value is also not optimal due to the low achievement of the
Water Quality Index (IKA) and Environmental Performance Index (IKLH) and not
meeting the government's targets.
Fifthly, the empirical model of community empowerment performance in
the waste management value chain based Waste Governance in Ponorogo
Regency still encounters a number of problems in the field. This problem is found
in the Empowerment, Value Chain, Waste Governance and Performance aspects.
This condition can hamper the performance of community empowerment in the
Waste Governance-based waste management value chain in Ponorogo Regency.
This research formulates a recommendation model by strengthening
aspects of empowerment, value chain, Waste Governance, and performance, to
realize the achievement of community empowerment performance in the Waste
Governance-based waste management value chain in Ponorogo Regency. This
research recommends several aspects that can encourage successful community
empowerment performance in the Waste Governance-based waste management
value chain in Ponorogo Regency, including: Empowering Local Wisdom, Sales &
Marketing, and Encouraging local leadership as a driving force in waste
management. First, Empowering Local Wisdom, this aspect is related to local
wisdom which has the potential to encourage community empowerment in waste
management, such as: Clean Village, Community Service, and Gethok Tular.
Second, Sales & Marketing, this aspect is related to the importance of
strengthening sales and marketing of recycled products. Third, encourage local
leadership as a driving force in waste management. This aspect relates to the role
of local leadership and community figures in mobilizing various community-based
waste management facilities.
Keywords: community empowerment, waste management, value chain, waste
governance, performance
Governance, kinerja.
20245 | DIS 628,34 SUK k 2024 K1 | Fadel Muhammad Resource Center (Ilmu Terapan) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain